"Tentu Kita harus tanya dulu lebih jelas kepada Kapolri, data intelijen yang dia terima dalam kategori apa. Saya belum bisa menyimpulkan apakah ini terkait parpol atau bukan," tambah dia.
Sementara pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Ikrar Nusa Bhakti mengatakan, Indonesia saat ini memang tengah menghadapi cobaan berat, yakni munculnya kelompok-kelompok yang ingin menjatuhkan pemerintah.
(Baca: Panglima TNI: Kalau Makar Bukan Urusan Polisi Saja, melainkan TNI Juga)
"Pas demo 4 November ada yang teriak ingin menjatuhkan Presiden, itu makar bukan namanya? Kalau ada yang ngotot mau masuk ke DPR untuk supaya menekan DPR seperti 1998, apakah itu upaya mengganti pemerintah sah dengan cara yang demokratis?" ujar Ikrar.
Ikrar sekaligus mengkritik kelompok yang ia maksud. Sebab, aksi mereka itu dinilai tidak beralasan.
Saat ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh sangat baik, berbeda dengan tahun 1997/1998 yang mengalami krisis moneter. Kondisi rupiah atas dollar pun cukup baik.
Kondisi kebebasan berekspresi pun jauh lebih baik dibandingkan Orde Baru. "Eeeh mereka menikmati demokrasi di pemerintahan sekarang dengan cara ingin mengganti sistem kenegaraan yang sah. Itu saja sudah bertentangan," ujar Ikrar.
Oleh sebab itu, Ikrar berpendapat bahwa penggalangan kekuatan Presiden Jokowi dan partai politik pendukung pemerintah adalah hal yang mutlak dilakukan demi melawan kelompok perongrong NKRI tersebut.
Komunikasi Presiden Jokowi dengan Megawati dan sebelumnya dengan Prabowo di Istana, kata dia, secara khusus merupakan pesan konsolidasi politik yang patut di-warning oleh kelompok politik seberang pemerintahan.
(Baca: Kapolri Sebut Ada Upaya Makar, Ini Instruksi Jokowi)
"Banyak pesan dari pertemuan itu. Megawati misalnya, datang ke Istana itu sebagai Presiden kelima. Dia ingin bilang bahwa dia ini mantan Presiden loh, enak saja tuh melenggang kangkung ke Istana, makan siang, berdiskusi soal kebangsaan dan macam-macam dengan Jokowi," ujar Ikrar.
Pertemuan Jokowi dengan Prabowo Subianto juga demikian.
"Prabowo saja yang saat Pilpres ibaratnya cakar-cakaran dengan Jokowi, santai saja bertemu Jokowi saat ini. Bisa naik kuda bareng, makan nasi goreng, lalu Prabowo datang ke Istana berdiskusi nyaman, enak, makan berdua," ujar Ikrar.
"Yang paling penting Pak Prabowo tidak pernah mengeluarkan cuitan di Twitter atau curhat di Youtube soal Presiden saat ini, soal perasaan dia berada di luar pemerintahan. Beliau santai saja," lanjut dia.
Soal siapa kelompok politik seberang pemerintahan, Ikrar enggan menyebut gamblang. Ikrar hanya menegaskan bahwa empat pilar Indonesia, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia, UUD 1945, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, harus dijaga dari gangguan kelompok-kelompok politik yang ambisius terhadap kekuasaan.
"Negara yang sudah kita jalankan, jangan mundur. Jangan sampai seperti nari Poco-Poco, maju satu langkah ke depan, mundur satu langkah ke belakang lagi, enggak maju-maju. Indonesia harus maju ke depan," ujar Ikrar.