Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi, Megawati, dan Upaya Melawan Makar...

Kompas.com - 22/11/2016, 06:59 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri siap turun gunung untuk melakukan konsolidasi dengan partai politik pendukung pemerintahan.

Sebelum konsolidasi dilakukan, Megawati meminta izin terlebih dahulu kepada Presiden Joko Widodo, saat keduanya makan siang di Istana Merdeka, Selasa (22/11/2016).

Megawati tiba di Istana sekitar pukul 12.30 WIB, atau tepat saat waktu santap siang. Ia membawakan makanan mulai dari mie goreng dan mie rebus untuk disantap berdua dengan Jokowi. Sementara tuan rumah menyajikan ikan bakar.

(Baca: Ternyata, Megawati yang Bawakan Makanan untuk Jokowi...)

Acara santap siang berlangsung tertutup sekitar satu jam. Usai makan siang, Jokowi dan Megawati menikmati secangkir teh di teras belakang Istana Merdeka.

Dalam kesempatan tersebut, Megawati mengungkapkan bahwa ia telah meminta izin Jokowi untuk membantu konsolidasi politik yang kini tengah dilakukan pemerintah.

(Baca: Megawati Minta Izin Jokowi untuk Komunikasi dengan Parpol Pendukung)

Konsolidasi mulai dilakukan Jokowi pasca aksi unjuk rasa besar-besaran di sekitar Istana pada 4 November lalu.

Aksi unjuk rasa itu untuk menuntut proses hukum terhadap calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang dilaporkan menista agama.

Pasca-unjuk rasa yang berujung ricuh pada malam harinya itu, Jokowi menemui para ulama, kesatuan TNI-Polri hingga bersilaturahmi dengan ketua umum partai politik.

Sebelum mengundang Megawati, Jokowi juga sudah lebih mengundang Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, yang merupakan parpol oposisi, ke Istana.

(Baca: Megawati Dukung Langkah Konsolidasi Politik Jokowi)

Jokowi juga sudah menghadiri acara yang digelar oleh Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan.

Khusus untuk komunikasi dengan parpol pendukung pemerintah, Megawati mengaku akan turut membantu membangun komunikasi.

Ia sudah menerima Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto di kediamannya pada Minggu (20/11/2016) dan akan dilanjutkan dengan pertemuan lainnya.

"Beberapa hari ini saya akan bertemu juga dengan beberapa partai pendukung Presiden, dan itulah permintaan saya pada beliau (Jokowi), saya minta izin agar bisa berkomunikasi lagi," kata Megawati.

Sementara Jokowi dalam kesempatan tersebut kembali berbicara soal aktor politik yang menunggangi aksi demonstrasi.

"Ada yang aktor-aktor politik yang memanfaatkan situasi. Sebetulnya buat saya itu biasa saja. Tapi yang paling penting jangan merugikan NKRI. Jangan melemahkan Bhineka Tunggal Ika kita. Jangan merongrong Pancasila," ucap Jokowi.

Bersatu Kembali

Megawati mengatakan, parpol pendukung pemerintahan Jokowi-Kalla seharusnya bisa memperkuat pemerintahan dengan mengusung calon yang sama dalam pilkada.

(Baca: Megawati Sempat Lobi PAN, PKB, dan PPP untuk Dukung Ahok)

Namun, pada Pilkada DKI Jakarta, parpol pendukung pemerintahan terbagi dalam dua kelompok. PDI-P, Golkar, Nasdem, dan Hanura berkoalisi mengusung Ahok-Djarot Saiful Hidayat.

KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ahmad Basarah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (12/8/2016)
Sementara PKB, PAN, dan PPP bergabung dengan Partai Demokrat yang selama ini menyatakan sebagai kekuatan penyeimbang, mengusung pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni.

"Padahal pada waktu-waktu yang lalu saya sebetulnya juga sudah mengatakan kalau tadinya sudah bersatu di dalam sebuah penguatan di pemerintahan, mestinya juga di dalam pilkada-pilkada yang ada juga bersama," kata Megawati.

Wakil Sekjen PDI-P Ahmad Basarah mengakui bahwa hubungan koalisi parpol pendukung pemerintah sempat merenggang setelah penetapan calon di Pilkada DKI.

Tanpa menjelaskan secara spesifik, Basarah menyebut ada situasi yang membuat hubungan parpol pendukung pemerintah menjadi rumit.

Harapannya, dengan konsolidasi yang dilakukan Jokowi dibantu Megawati, hubungan parpol pendukung pemerintah bisa kembali seperti semula.

"Beliau (Megawati) meminta jangan sampai pilihan koalisi yang berbeda dalam pilkada merusak sendi hubungan dalam skala nasional. Pilkada DKI kan hanya level Provinsi, sementara koalisi yang dibangun pemerintah skala nasional. Ada kepentingan nasional yang lebih besar," ucap Basarah.

Melawan Makar

Basarah tak menampik bahwa penguatan koalisi parpol pendukung pemerintah ini salah satunya untuk menghadapi upaya makar atau menggulingkan pemerintahan oleh kelompok tertentu.

Menurut dia, Jokowi harus mempunyai basis dukungan politik yang kuat dan loyal agar tidak mudah digulingkan. Apalagi jika upaya makar itu dilakukan oleh salah satu parpol.

KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikrar Nusa Bhakti
"Tentu Kita harus tanya dulu lebih jelas kepada Kapolri, data intelijen yang dia terima dalam kategori apa. Saya belum bisa menyimpulkan apakah ini terkait parpol atau bukan," tambah dia.

Sementara pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Ikrar Nusa Bhakti mengatakan, Indonesia saat ini memang tengah menghadapi cobaan berat, yakni munculnya kelompok-kelompok yang ingin menjatuhkan pemerintah.

(Baca: Panglima TNI: Kalau Makar Bukan Urusan Polisi Saja, melainkan TNI Juga)

"Pas demo 4 November ada yang teriak ingin menjatuhkan Presiden, itu makar bukan namanya? Kalau ada yang ngotot mau masuk ke DPR untuk supaya menekan DPR seperti 1998, apakah itu upaya mengganti pemerintah sah dengan cara yang demokratis?" ujar Ikrar.

Ikrar sekaligus mengkritik kelompok yang ia maksud. Sebab, aksi mereka itu dinilai tidak beralasan. 

Saat ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh sangat baik, berbeda dengan tahun 1997/1998 yang mengalami krisis moneter. Kondisi rupiah atas dollar pun cukup baik.

Kondisi kebebasan berekspresi pun jauh lebih baik dibandingkan Orde Baru.  "Eeeh mereka menikmati demokrasi di pemerintahan sekarang dengan cara ingin mengganti sistem kenegaraan yang sah. Itu saja sudah bertentangan," ujar Ikrar. 

Oleh sebab itu, Ikrar berpendapat bahwa penggalangan kekuatan Presiden Jokowi dan partai politik pendukung pemerintah adalah hal yang mutlak dilakukan demi melawan kelompok perongrong NKRI tersebut. 

Komunikasi Presiden Jokowi dengan Megawati dan sebelumnya dengan Prabowo di Istana, kata dia, secara khusus merupakan pesan konsolidasi politik yang patut di-warning oleh kelompok politik seberang pemerintahan. 

(Baca: Kapolri Sebut Ada Upaya Makar, Ini Instruksi Jokowi)

"Banyak pesan dari pertemuan itu. Megawati misalnya, datang ke Istana itu sebagai Presiden kelima. Dia ingin bilang bahwa dia ini mantan Presiden loh, enak saja tuh melenggang kangkung ke Istana, makan siang, berdiskusi soal kebangsaan dan macam-macam dengan Jokowi," ujar Ikrar.

Pertemuan Jokowi dengan Prabowo Subianto juga demikian.

"Prabowo saja yang saat Pilpres ibaratnya cakar-cakaran dengan Jokowi, santai saja bertemu Jokowi saat ini. Bisa naik kuda bareng, makan nasi goreng, lalu Prabowo datang ke Istana berdiskusi nyaman, enak, makan berdua," ujar Ikrar.

"Yang paling penting Pak Prabowo tidak pernah mengeluarkan cuitan di Twitter atau curhat di Youtube soal Presiden saat ini, soal perasaan dia berada di luar pemerintahan. Beliau santai saja," lanjut dia. 

Soal siapa kelompok politik seberang pemerintahan, Ikrar enggan menyebut gamblang.  Ikrar hanya menegaskan bahwa empat pilar Indonesia, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia, UUD 1945, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, harus dijaga dari gangguan kelompok-kelompok politik yang ambisius terhadap kekuasaan.

"Negara yang sudah kita jalankan, jangan mundur. Jangan sampai seperti nari Poco-Poco, maju satu langkah ke depan, mundur satu langkah ke belakang lagi, enggak maju-maju. Indonesia harus maju ke depan," ujar Ikrar. 

Kompas TV Megawati: Media Jangan Ikut Memanas-manasi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Program 'DD Farm' Bantu Hidup Meltriadi, dari Mustahik Jadi Peternak

Program "DD Farm" Bantu Hidup Meltriadi, dari Mustahik Jadi Peternak

Nasional
Formappi Soroti Kinerja DPR, Baru Sahkan UU DKJ dari 47 RUU Prioritas di 2024

Formappi Soroti Kinerja DPR, Baru Sahkan UU DKJ dari 47 RUU Prioritas di 2024

Nasional
Penayangan Ekslusif Jurnalistik Investigasi Dilarang dalam Draf RUU Penyiaran

Penayangan Ekslusif Jurnalistik Investigasi Dilarang dalam Draf RUU Penyiaran

Nasional
Jokowi Resmikan 22 Ruas Jalan Daerah di Sultra, Gelontorkan Anggaran Rp 631 Miliar

Jokowi Resmikan 22 Ruas Jalan Daerah di Sultra, Gelontorkan Anggaran Rp 631 Miliar

Nasional
Gerindra: Jangan Harap Kekuasaan Prabowo Jadi Bunker Buat Mereka yang Mau Berbuat Buruk

Gerindra: Jangan Harap Kekuasaan Prabowo Jadi Bunker Buat Mereka yang Mau Berbuat Buruk

Nasional
Ogah Jawab Wartawan Soal Kasus TPPU, Windy Idol: Nyanyi Saja Boleh Enggak?

Ogah Jawab Wartawan Soal Kasus TPPU, Windy Idol: Nyanyi Saja Boleh Enggak?

Nasional
Prabowo Janji Rekam Jejak di Militer Tak Jadi Hambatan saat Memerintah

Prabowo Janji Rekam Jejak di Militer Tak Jadi Hambatan saat Memerintah

Nasional
Laksma TNI Effendy Maruapey Dilantik Jadi Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung

Laksma TNI Effendy Maruapey Dilantik Jadi Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung

Nasional
Prabowo Klaim Bakal Tepati Janji Kampanye dan Tak Risau Dikritik

Prabowo Klaim Bakal Tepati Janji Kampanye dan Tak Risau Dikritik

Nasional
Pengacara Gus Muhdlor Sebut Akan Kembali Ajukan Gugatan Praperadilan Usai Mencabut

Pengacara Gus Muhdlor Sebut Akan Kembali Ajukan Gugatan Praperadilan Usai Mencabut

Nasional
Prabowo Akui Demokrasi Indonesia Melelahkan tetapi Diinginkan Rakyat

Prabowo Akui Demokrasi Indonesia Melelahkan tetapi Diinginkan Rakyat

Nasional
Tanggapi Wacana Penambahan Kementerian, PDI-P: Setiap Presiden Punya Kebijakan Sendiri

Tanggapi Wacana Penambahan Kementerian, PDI-P: Setiap Presiden Punya Kebijakan Sendiri

Nasional
BNPB: Total 43 Orang Meninggal akibat Banjir di Sumatera Barat

BNPB: Total 43 Orang Meninggal akibat Banjir di Sumatera Barat

Nasional
Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Nasional
PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com