"Termasuk DPRD Provinsi-nya, jelas telah mengenal dan mengetahui track record dan profil siapa Sultan dan Adipati yang bertahta di Yogyakarta," kata Sultan.
Selain itu, norma pada pasal tersebut dinilainya menimbulkan ketidakpastian hukum, karena seolah ingin mengatakan pemegang tahta adalah harus seorang laki-laki.
Hal ini menjadi polemik jika calon sultan atau wakilnya nantinya belum atau tidak memiliki istri.
"Hal inilah yang membuat potensi masalah tersendiri yang bisa digunakan oleh pihak yang berburu kekuasaan untuk melebarkan urusan internal (Keraton Yogyakarta) menjadi berada di luar Keraton dengan menggunakan kata 'istri', frasa 'saudara kandung', bahkan kata 'anak'," papar Sultan.
Bagi Sultan, jika ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf m UU KDIY tetap dipertahankan, seharusnya tidak menimbulkan polemik dan kontroversi.
"Pasal ini telah menimbulkan polemik dan problem karena memunculkan berbagai macam penafsiran yang cenderung mengakibatkan terjadinya ketegangan politik DPRD dan Kesutanan Ngayogyakarta Hadiningrat," kata Sultan.
Permohonan uji materi ini teregistrasi di MK dengan nomor perkara 88/PUU-XIV/2016.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.