Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hinca IP Pandjaitan XIII
Politikus

Politikus, sekretaris jenderal Partai Demokrat. Menulis untuk menyebarkan kebaikan, menabur optimisme sebagai bagian dari pendidikan politik bagi anak bangsa dalam kolom yang diberi judul: NONANGNONANG. Dalam budaya Batak berarti cerita ringan dan bersahaja tetapi penting bercirikan kearifan lokal. Horas Indonesia.

Hak Mantan Presiden dan Wakil Presiden

Kompas.com - 14/11/2016, 10:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Beberapa saat lalu ruang publik kita dihiasi perdebatan tentang rumah untuk mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Bagaimana sebenarnya aturan mainnya bung Hinca?" tanya seorang kawan dari Nias, Harefa, melalui WA setelah ia menonton acara itu.

Pertanyaan Bung Harefa ini mewakili perasaan kolektif maayarakat yang ingin tahu pengaturan tentang hak-hak yang didapat oleh seorang Presiden dan Wakil Presiden baik ketika masih menjabat maupun sesudah tidak menjabat lagi.

"Mari saya jelaskan," kataku kepada Bung Didi L Pambudi di Taman Politik PD di jalan Proklamasi, sambil mengajaknya duduk santai.

Selalu ada Aturan Mainnya

Sebagai negara hukum, Indonesia melalui beberapa peraturan perundang-undangannya telah menjamin sejumlah hak yang akan didapatkan oleh setiap mantan presiden dan mantan wakil presiden.

Beberapa negara di dunia seperti Amerika Serikat juga memberikan sejumlah fasilitas kepada mantan presidennya melalui Former Presidents Act 1958.

Dalam Former Presidents Act 1958 dikatakan bahwa mantan presiden akan mendapatkan dana pensiun, perlindungan secret service, staff dan kantor, serta jaminan kesehatan.

Selain itu, Britania Raya juga memberikan dana pensiun kepada mantan perdana menterinya berdasarkan Parliamentary Contributory Pension Fund.

Jika kita membuka sejumlah peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, maka kita akan menemukan aturan-aturan yang berisi mengenai hak mantan presiden dan mantan wakil presiden yang di dalamnya mencakup beberapa fasilitas.

Salah satu hak yang akan didapatkan oleh seorang mantan presiden dan wakil presiden adalah hak mendapatkan rumah atau kediaman dari negara.

Hak tersebut didapatkan berdasarkan ketentuan yang tertulis di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1978 tentang Hak Keuangan/Administratif Presiden dan Wakil Presiden serta Bekas Presiden dan Wakil Presiden.

Pasal 8 huruf a UU No. 7 Tahun 1978 menyatakan bahwa kepada bekas presiden dan wakil presiden diberikan sebuah rumah kediaman yang layak dengan perlengkapannya.

Kepres Megawati dan Perpres SBY

Untuk memindaklanjuti undang-undang nomor 8 tahun 1978 yang ditandatangani Presiden Suharto, pada tahun 2004 Presiden Megawati menandatangani Keputusan Presiden Nomor 81 Tahun 2004 tentang Pengadaan Rumah Bagi Mantan Presiden yang kemudian diubah dan disempurnakan melalui Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2007 yang ditandatangani oleh Presiden SBY. 

Pada Tahun 2014, Presiden SBY menandatangani Peraturan Presiden 52 Tahun 2014 yang melengkapi peraturan sebelumnya, termasuk mengenai anggaran pengadaan dan pajak rumah tersebut. Dengan demikian Perpres Nomor 88 Tahun 2007 sudah tidak berlaku lagi.

Pasal 1 ayat (2) Perpres 52 tahun 2014 menyebutkan bahwa mantan presiden dan/atau mantan wakil presiden hanya berhak mendapatkan rumah sebanyak 1 kali.

Apabila seorang mantan presiden menjalani masa jabatan lebih dari 1 periode (seperti Presiden SBY) juga hanya berhak mendapatkan rumah sebanyak 1 kali.

"Peraturan presiden yang ditandatangani oleh Presiden SBY ini mencerminkan nilai keadilan serta nilai kemanfaatan tanpa menimbang waktu ataupun masa kepemimpinan seorang presiden atau wakil presiden," kataku memberikan catatan garis bawah pada aturan ini.

"Ketentuan lebih lanjut yang lebih teknis mengenai Rumah Kediaman bagi mantan presiden dan wakil presiden ini masih harus diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan," kataku melanjutkan penjelasan, sambil menunjukkan dan membacakan Pasal 2 ayat (2) Perpres 52/2014.

Permenkeu Chatib Basri

"Chatib Basri yang saat itu yang menjabat sebagai Menteri Keuangan mengeluarkan PERMENKEU No. 189/PMK.06/2014", kataku lagi sambil membuka dan membaca PERMENKEU itu.

PERMENKEU tersebut mengatur tentang penyediaan, standar kelayakan dan perhitungan nilai rumah kediaman bagi mantan presiden dan wakil presiden.

Mantan presiden dan wakil presiden dapat memilih lokasi bangunan rumah kediamannya, apakah di ibukota negara atau di kota lain selain ibukota negara.

Selain itu, hal-hal seperti desain, spesifikasi bahan bangunan dan fasilitas standar harus pula mempertimbangkan kemampuan keuangan negara.

Untuk perhitungan nilai tanah, Dirjen Kekayaan Negara akan ditugaskan melakukan survei untuk mendapatkan perkiraan nilai pasar terendah.

Berdasarkan sejumlah aturan main sebagaimana diuraikan diatas, maka sudah selayaknya seorang mantan presiden dan mantan wakil presiden mendapatkan rumah kediaman dari negara.

"Kalau begitu, tidak ada yang salah dengan rumah mantan presiden ini,"kata bung Didi menyela penjelasanku.

"Tidak ada. Sama sekali tidak ada ketentuan yang dilanggar ataupun norma hukum yang dilangkahi ketika mantan presiden SBY mendapatkan rumah kediaman dari negara yang terletak di Kuningan, Jakarta Selatan itu," kataku menjelaskan lebih lengkap.

Kediaman yang diserahkan langsung oleh Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara pada 26 Oktober lalu memiliki 2 lantai dan warna rumah tersebut didominasi warna krem dan coklat tua.

Berdasarkan ketentuan pada perpres 52/2014, apabila rumah kediaman SBY terletak di ibukota negara, maka luas rumah yang dapat dibangun maksimal seluas 1.500 meter persegi.

Rumah yang dibangun di wilayah kuningan tersebut juga berlandaskan kriteria umum dalam perpres 52/2014, yakni lokasi mudah dijangkau dan tidak menyulitkan dalam penanganan keamanan dan keselamatan mantan presiden beserta keluarga.

Sebelumnya, mantan Presiden Megawati juga telah mendapatkan rumah kediaman dari negara yang terletak di Jalan Teuku Umar, Jakarta.

Selain itu, mantan presiden RI yakni Abdurrahman Wahid atau lebih dikenal dengan sapaan Gus Dur juga telah memperoleh hak yang sama, namun ia lebih memilih rumah tersebut diganti menjadi uang tunai.

Begitu pula dengan mantan presiden B.J Habibie yang juga telah menerima rumah kediaman dari negara yang terletak di Patra Kuningan, Jakarta.

Sehingga, dengan melihat sejumlah mantan presiden yang telah mendapatkan rumah kediaman dari negara, sesungguhnya tidak diperlukan pandangan negatif yang berlebihan dan ditujukan kepada Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono ketika diberi rumah kediaman oleh negara, sebab hal tersebut merupakan hak yang sudah selayaknya dipenuhi oleh negara.

"Kalau begitu, Presiden RI Joko Widodo dalam beberapa tahun ke depan juga akan menerima rumah pemberian negara, sesuai dengan aturan hukum yang sudah ada, sehingga kita tinggal menunggu dimana lokasi yang akan dipilih oleh Presiden Joko Widodo sesaat setelah menjadi seorang mantan presiden kelak," tanya Bung Didi bertanya sekaligus menyimpulkan.

"Ya, memang begitu aturan mainnya. Tidak ada yang salah dalam hal ini, semua sesuai aturan yang ada," kataku menutup penjelasanku sambil mengajaknya untuk menghentikan polemik ini dan mengerjakan sesuatu yang lebih baik untuk bangsa dan negara.

#SALAM NONANGNONANG

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com