Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Respons SBY soal Kasus Munir, dari "Curhat" Merasa Tersudutkan hingga Dukung Penuntasan

Kompas.com - 26/10/2016, 09:05 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

BOGOR, KOMPAS.com - Dua pekan terakhir, presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono merasa gusar. SBY merasa disudutkan dari pemberitaan mengenai hilangnya dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) perkara pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.

Pertama, pemberitaan seolah-olah menuding Pemerintahan SBY sengaja menghilangkan dokumen asli hasil temuan TPF Munir sehingga penegak hukum tidak menindaklanjutinya.

Kedua, pemberitaan seolah-olah menganggap Pemerintahan SBY tidak melaksanakan atau menindaklanjuti hasil temuan TPF Munir sehingga perkara itu sendiri dianggap belum tuntas.

Ketiga, pemberitaan juga seolah-olah mendorong pemerintahan SBY mengumumkan sendiri hasil temuan TPF Munir kepada masyarakat luas.

"Saya mengikuti pemberitaan media massa, utamanya dua minggu terakhir ini, termasuk perbincangan publik. Saya dengarkan dengan seksama, saya baca dengan baik," ujar SBY dalam konferensi pers di kediamannya, Puri Cikeas, Bogor, Selasa (25/10/2016) siang.

"Sebagian perbincangan, tanggapan dan komentar itu kontekstual. Tetapi saya amati terus terang ada yang bergeser. Yang tadinya legal issue, menjadi bernuansa politik,"  kata dia.

(Baca: SBY Merasa Pemberitaan Kasus Munir Bergeser Menjadi Politis)

Dilandasi kegusaran itu, SBY menggelar "reuni" dengan sejumlah mantan menteri dan pejabat lembaga negara pada rezim pemerintahannya dahulu.

"Reuni" dihadiri mantan Menko Polhukam Widodo AS dan Djoko Suyanto, mantan Sekretaris Kabinet/Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, mantan Kapolri Da'i Bachtiar dan Bambang Hendarso Danuri, mantan Jaksa Agung Abdulrahman Saleh dan Hendarman Supandji, mantan Kepala BIN Syamsir Siregar dan mantan Ketua TPF Munir, Marsudhi Hanafi.

Pertemuan bertujuan untuk menyegarkan kembali ingatan soal apa yang telah dilakukan pemerintah dalam hal menyelesaikan perkara pembunuhan Munir dan apa yang telah dilakukan pemerintah dalam menindaklanjuti hasil temuan TPF Munir.

"Dengan demikian, semua bisa diketahui secara lengkap, secara utuh, apa yang pemerintah lakukan dulu untuk menindaklanjuti temuan TPF Munir dan apa pula pemerintah lakukan, termasuk yang saya lakukan sebagai Presiden dulu dalam menindaklanjuti rekomendasi TPF Munir," ujar SBY.

SBY bertanggung jawab 

SBY menegaskan, dirinya bertanggung jawab penuh terhadap tindak lanjut temuan dan rekomendasi TPF Munir.

"Saya pun sekarang sebagai mantan Presiden, bertanggung jawab atas apa yang kami lakukan dulu dalam menegakkan hukum kasus meninggalnya Munir dan lebih khusus di dalam merespons dan menindaklanjuti temuan serta rekomendasi TPF Munir," ujar SBY.

Munir meninggal pada 7 September 2004. Ia meninggal di atas pesawat Garuda yang tengah dalam perjalanan menuju Amsterdam, Belanda.

Keluarga Munir, sejumlah LSM serta pegiat HAM mendesak pemerintahan SBY yang baru berusia sekitar tiga pekan untuk menginvestigasi pembunuhan itu.

Catatan SBY, ia mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2004. Isinya, membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) dan membantu Polri menyelidiki secara bebas, cermat, adil dan tuntas atas perkara pembunuhan Munir.

Dalam Keppres itu, diatur pula masa tugas TPF, yakni tiga bulan, Meski pada kenyataannya, TPF diperpanjang menjadi enam bulan.

Keppres juga mengatur bahwa pemerintah diwajibkan untuk mengumumkan hasil penyelidikan TPF kepada publik. TPF Munir pun menyerahkan temuan beserta rekomendasinya pada akhir Juni 2005.

SBY menegaskan, pemerintah langsung melaksanakan temuan dan rekomendasi TPF itu melalui mekanisme hukum. Tim penyidik Polri dibentuk.

Satu per satu, tim menetapkan sejumlah orang menjadi tersangka, antara lain Pollycarpus Budihari Priyanto, Muchdi Pr, Indra Setiawan dan Rohainil Aini.

Namun belakangan, hanya Muchdi yang dinyatakan bebas di tingkat Mahkamah Agung lantaran dianggap tidak memiliki bukti yang kuat.

SBY memastikan, yang dilakukan pemerintahannya dahulu merupakan tindakan yang serius dan sungguh-sungguh dalam mengungkap itu. Utamanya adalah dalam konteks penegakkan hukum perkara itu.

"Tentu yang kami lakukan dulu adalah sesuai dengan batas-batas kewenangan seorang pejabat eksekutif, termasuk kewenangan yang dimiliki oleh para penyelidik, penyidik dan penuntut dalam arti kewenangan dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan," ujar SBY.

(Baca: Polemik Keberadaan Dokumen TPF Munir, Perkara Mudah yang Dibuat Susah?)

Belum selesai

Namun, mantan Ketua TPF Munir Marsudhi Hanafi yakin kasus itu belum selesai. Marsudhi menyebut, masih ada orang yang diduga kuat mengetahui pembunuhan itu namun masih bebas berkeliaran.

Berdasarkan rekomendasi TPF Munir, orang-orang yang dimaksud adalah Indra Setiawan, Ramelga Anwar, A.M Hendropriyono, Muchdi Pr dan Bambang Irawan.

"Masih ada. Silahkan penyidik mengembangkan lagi kalau ada jaringannya lagi," ujar Marsudhi.

(Baca juga: Ini Kata Mantan Ketua TPF soal Nama Hendropriyono dalam Laporan Kasus Munir...)

Di mana naskah asli?

Selain tentang penyelesaian perkara pembunuhan Munir, SBY juga merasa disudutkan atas pemberitaan yang seolah-olah menuding pemerintahannya terdahulu menghilangkan naskah asli temuan dan rekomendasi TPF Munir.

Mantan mantan Sekretaris Kabinet/Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi mengatakan, berdasarkan pertemuan SBY dengan mantan menteri dan pejabat era pemerintahan dahulu, teringat kembali saat TPF Munir menyerahkan temuan dan rekomendasinya kepada Presiden.

Salah satunya yakni keterangan dari Marsudhi, mantan ketua TPF Munir.

"Menurut ingatan Beliau (Marsudhi), terdapat sekitar enam eksemplar (salinan dokumen TPF Munir) yang diserahkan kepada pemerintah," ujar Sudi dalam konferensi pers di rumah SBY, Puri Cikeas, Bogor, Selasa.

Sudi tidak menjelaskan di mana naskah asli dokumen TPF tersebut. Tidak ada sesi tanya jawab dalam konferensi pers itu.

Secara simbolik, naskah pertama diserahkan kepada SBY selaku Presiden. Sisanya dibagikan ke pejabat terkait, yakni Kapolri, Jaksa Agung, Kepala BIN, Menkumham dan Sekretaris Kabinet.

Sudi mengatakan, jabatan-jabatan itu saat ini tentunya telah berganti orang.

"Kami berharap para pejabat yang sedang mengemban tugas di jajaran lembaga kepresidenan, baik saat ini atau di masa Presiden SBY yang mengetahui di mana naskah itu disimpan, bisa menyerahkannya ke Presiden Jokowi," ujar Sudi.

Di samping itu, Sudi juga berharap agar mantan anggota TPF Munir yang memiliki dokumen itu untuk memberikannya ke Presiden Jokowi.

Sudi melanjutkan, sebelum masa pemerintahan SBY berakhir sejumlah dokumen negara selama 10 tahun pemerintahannya dikumpulkan dan diserahkan ke Arsip Nasional Indonesia (ANRI).

"Perlu dicari, apa laporan TPF Munir tersebut termasuk di dalamnya (atau tidak)," ujar Sudi.

Meski demikian, pihak SBY akan mengirim salinan dokumen TPF Munir kepada Presiden Joko Widodo.

"Kopi dari dokumen ini akan kami kirim ke Bapak Presiden RI melalui Menteri Sekretaris Negara untuk digunakan sebagaimana mestinya," ujar Sudi.

(Baca: Pihak SBY Akan Kirim Salinan Dokumen TPF Munir untuk Ditindaklanjuti Jokowi)

SBY sendiri menyatakan mendukung pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla menyelesaikan perkara pembunuhan Munir.

Ia yakin jika memang perkara pembunuhan Munir belum dianggap memenuhi rasa keadilan, selalu ada jalan untuk menemukan kebenaran.

"Jika masih ada yang menganggap keadilan sejati belum terwujud, saya mengatakan, selalu ada pintu untuk mencari kebenaran," ujar SBY.

"Oleh karena itu, saya mendukung langkah-langkah Presiden Jokowi jika memang akan melanjutkan penegakkan hukum ini jika memang ada yang belum selesai," kata dia.

Kompas TV SBY Tanggapi Dokumen Hasil Penyelidikan TPF Munir
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com