Saling tuding
Keganjilan lainnya adalah ketidakjelasan pihak yang menerbitkan SP3. Sudding mengatakan, saat dihadirkan beberapa waktu lalu, Supriyanto mengatakan bahwa SP3 diterbitkan oleh kapolda sebelumnya.
Namun, saat dikonfirmasi, Dolly mengatakan bahwa hanya ada tiga SP3 yang diterbitkan pada masa jabatannya. Adapun masa jabatan Dolly berakhir pada 15 Maret 2016.
"Sisanya saya enggak tahu. Saya sudah bukan kapolda. Silakan saja kalau sekian banyak SP3 tinggal dilihat bulan dikeluarkannya kapan," tutur Dolly.
(Baca juga: Panja Kebakaran Hutan Dapat Keterangan Beda dari Dua Mantan Kapolda soal SP3)
Tak semua SP3 diterbitkan Polda
Berdasarkan informasi dari Supriyanto dan hasil kunjungan kerja Komisi III ke Riau, didapatkan informasi bahwa SP3 dikeluarkan oleh Polda.
Namun, pada rapat Panja bersama Kabareskim Irjen Ari Dono Sukmanto, Panja mendapat temuan bahwa justru sebagian besar SP3 diterbitkan pada tingkat Polres.
"Sembilan ditangani di Polda. SP3 di Polda. Sedangkan yang SP3 di Polres ada enam," ujar Ari.
"Seingat saya ditangani Polda Riau semua. Dirkrimsus. Dia yang terbitkan status tersangka dan SP3-nya," kata Benny.
(Baca juga: Di Komisi III, Kabareskrim Sampaikan 6 Alasan Penerbitan SP3 Perusahaan Pembakar Hutan)
Saksi ahli tak sesuai bidang
Berdasarkan keterangan salah satu saksi ahli, Nelson Sitohang, sebanyak enam perusahaan dinyatakan tidak melanggar analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).
Namun, saksi ahli lainnya, Bambang Hero Sarjono, mengatakan, infrastruktur pencegahan kebakaran hutan yang dimiliki 15 perusahaan tersebut sangat tidak layak.
Hal itu akan membawa dampak lingkungan yang negatif saat terjadi kebakaran hutan.
Benny mencecar Nelson yang juga hadir pada rapat Panja. Ia meragukan kompetensi Nelson sebagai saksi ahli yang ditunjuk Polda Riau.
Latar belakang pendidikan Nelson adalah kesehatan masyarakat, bukan kehutanan. Menurut Benny, Nelson tak memiliki latar belakang keilmuan yang sesuai dengan jenis pidana yang dilakukan 15 perusahaan saat membakar hutan dan lahan di Riau.