Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Siap Ungkap Kebohongan Nur Alam soal 4 Kali Absen Panggilan Penyelidik

Kompas.com - 04/10/2016, 17:20 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi, Setiadi mengatakan, pihaknya telah mengantongi bukti yang bisa mementahkan gugatan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam lewat jalur praperadilan.

Salah satunya soal kebenaran di balik absennya Nur Alam setiap kali dipanggil untuk dimintai keterangan sewaktu kasusnya masih di tingkat penyelidikan.

"Nanti kami akan buktikan pada saat pemanggilan itu, yang bersangkutan ada di mana, sedang apa. Kami ada semua," ujar Setiadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (4/10/2016).

Penyelidik KPK telah empat kali melayangkan surat undangan permintaan keterangan kepada Nur Alam.

Namun, Nur Alam selalu membalas surat yang berisi bahwa dirinya tak bisa memenuhi panggilan dengan alasan menjalani tugas penting selaku kepala daerah.

(Baca: KPK Siapkan Bantahan untuk Gugatan Nur Alam)

"Setiap pemanggilan, alasannya tak hadirnya disampaikan secara runut. Tapi saat kami lakukan pengecekan, ya nanti lah kami sampaikan," kata Setiadi.

Setiadi mengatakan, KPK tidak berhak melakukan pemanggilan paksa karena saat itu masih penyelidikan dan statusnya bukan saksi.

Setiadi pun tak mempermasalahkan jika Nur Alam tak pernah datang. "Kalau tidak hadir ya silakan saja," kata dia.

Sebelumnya, pengacara Nur Alam, Maqdir Ismail menyatakan penetapan tersangka kliennya tidak sah karena belum dimintai keterangan.

Memang ada surat panggilan yang dilayangkan untuk Nur Alam sebanyak empat kali, namun dia tak bisa memenuhi empat panggilan itu.

Alasannya, Nur Alam harus menghadiri acara penting yang berkaitan dengan tugas kedinasannya.

"Sudah harus dilakukan pemeriksaan calon tersangka yang berfungsi sebagai cek ricek dan konfirmasi perbuatan pidana agar tidak ada tersangkaan yang tidak wajar," kata Maqdir.

Keterangan Nur Alam tersebut sedianya menjadi salah satu alat bukti permulaan untuk melanjutkan atau tidak melanjutnya penyelidikan.

Dengan mengabaikan keterangan Nur Alam, kata Maqdir, penyelidik tak memenuhi minimal dua alat bukti yang cukup untuk penetapan tersangka.

"Maka penetapan tersangka cacat hukum, harus dibatalkan atau tidak sah," kata dia.

(Baca: Tak Pernah Penuhi Panggilan KPK, Nur Alam Mengaku Diancam Penyelidik)

Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK setelah diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian izin pertambangan nikel di dua kabupaten di Sultra selama 2009 hingga 2014.

Penyalahgunaan wewenang dilakukan dengan menerbitkan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.

Selain itu, penerbitan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB), selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara. Nur Alam diduga mendapatkan kick back dari pemberian izin tambang tersebut.

Kompas TV Berstatus Tersangka, Gubernur Sultra Lantik Bupati
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

Nasional
Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Nasional
Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Nasional
Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Nasional
Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Nasional
WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

Nasional
Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Nasional
Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com