JAKARTA, KOMPAS.com — Pegawai PT Artha Pratama Anugrah, Doddy Aryanto Supeno, telah divonis 4 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta.
Pegawai anak usaha Lippo Group tersebut dibuktikan bersalah menyuap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.
Uang suap sebesar Rp 100 juta yang diberikan Doddy kepada Edy terkait pengurusan penundaan aanmaning atau peringatan eksekusi terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP).
Eksekusi tersebut berdasarkan putusan Pengadilan Arbitrase Singapura.
Awalnya, PT MTP pernah mengadakan joint venture atau kerja sama dengan Kwang Yang Motor Company, perusahaan Kymco Motor yang berada di Taiwan.
(Baca: Jaksa KPK Cecar Saksi soal Dugaan Keterlibatan Petinggi Lippo Group)
Kerja sama keduanya menghasilkan perusahaan baru, yakni PT Kymco Lippo Motor Indonesia.
Namun, terjadi sengketa yang membuat PT MTP melayangkan gugatan perdata terhadap Kwang Yang Motor.
PT MTP kemudian mendaftarkan gugatan di PN Jakarta Pusat.
"Kymco tidak sesuai dengan perjanjian, perusahaan rugi terus, maka kami tuntut," ujar Direktur Utama PT MTP Rudy Nanggulangi saat menjadi saksi bagi Edy Nasution di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (28/9/2016).
Menurut Rudy, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan sehingga PT Kymco Lippo Motor Indonesia dinyatakan pailit.
Kwang Yang Motor Company kemudian menyerahkan ganti rugi sebesar Rp 50 miliar kepada PT MTP.
Meski perkara telah selesai, Kwang Yang Motor ternyata mengajukan gugatan di Pengadilan Arbitrase Singapura.
"Di Singapura kami tidak tanggapi, karena di Indonesia sudah menang, urusannya sudah selesai, makanya kami tidak menanggapi sama sekali," kata Rudy.
Oleh Pengadilan Arbitrase di Singapura, PT MTP ternyata dinyatakan wanprestrasi dan diwajibkan membayar ganti rugi kepada PT Kymco sebesar 11.100.000 dollar AS.
Karena PT MTP tidak juga melaksanakan kewajibannya, PT Kymco mendaftarkan putusan itu di PN Jakpus agar putusan arbitrase dapat dieksekusi di Indonesia.
Menindaklanjuti hal itu, PN Jakpus kemudian mengajukan pemanggilan terhadap PT MTP pada 1 September 2015 dan 22 Desember 2015.
Berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut KPK, saat mengetahui pemanggilan aanmaning, mantan petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro, menugaskan pegawai bagian legal Lippo Group, Wresti Kristian Hesti, untuk mengupayakan penundaan aanmaning.
Hesti kemudian bertemu Edy Nasution di kantor PN Jakpus pada 14 Desember 2015, dan meminta dilakukan penundaan aanmaning.
Untuk mengupayakan penundaan pelaksanaan aanmaning, Hesti melakukan pendekatan kepada Edy Nasution.
Edy Nasution kemudian menyetujui penundaan aanmaning sampai Januari 2016. Namun, ia meminta imbalan sebesar Rp 100 juta.
Atas persetujuan Eddy Sindoro, Hesti menugaskan Doddy Aryanto Supeno untuk kemudian menyerahkan uang Rp 100 juta kepada Edy Nasution.
Penyerahan uang dilakukan pada 17 Desember 2015, di Hotel Acacia, Jakarta Pusat.
Terhadap pengurusan penundaan aanmaning tersebut, Lippo Group melalui Hesti, atas arahan dari Eddy Sindoro, membuat memo yang ditujukan kepada Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi.
Nurhadi dianggap sebagai promotor yang dapat membantu agar putusan Pengadilan Arbitrase Singapura tidak dapat dieksekusi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.