Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Syarat Pencalonan Pilpres 2019, PKS Anggap Masih Banyak PR Lain

Kompas.com - 14/09/2016, 16:39 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Presiden Partai Keadilan Sejahtera Sohibul Iman menilai masih terlalu dini untuk menerima usulan pemerintah terkait syarat pencalonan pemilihan presiden 2019.

Menurut dia, banyak pekerjaan rumah menanti untuk diselesaikan dalam hal menyusun regulasi yang akan digunakan pada pemilu legislatif dan pemilu presiden yang akan digelar serentak itu.

Beberapa pekerjaan rumah itu, kata dia, seperti apakah seluruh parpol dapat mengajukan calon presiden nantinya.

Jika ada partai politik yang baru mengikuti pemilu oada 2019, tentu mereka akan merasa didiskriminasi apabila "parliamentary threshold" atau ambang batas parlemen digunakan sebagai syarat untuk mengajukan capres.

Sebab, mereka belum memiliki kursi sama sekali di DPR.

"Ada yang berpendapat partai baru lima tahun lagi saja. Kalau begitu (yang boleh) partai lama saja," kata Sohibul di Kantor DPP PKS, Rabu (14/9/2016).

"Kemudian, apakah partai lama yang boleh ikut itu basisnya parliamentary threshold atau ada angka seperti yang lalu 15-20 persen? Nah ini masih menjadi perdebatan," ujarnya.

Persoalan lain yang tidak kalah penting yaitu ambang batas yang dapat digunakan parpol untuk mengajukan capres.

Jika mengacu pada hasil Pileg 2014, akan ada sepuluh pasangan capres dan cawapres yang akan maju. Sebab, saat ini ada sepuluh partai yang duduk di DPR.

"Kalau syaratnya pakai PT, yang 10 juga berhak mengajukan. Tapi masalahnya bagi demokrasi ini apakah efektif kalau calonnya sampai 10? Itu udah automatically pasti bisa dua putaran," kata dia.

Sementara itu, jika ambang batas parlemen dinaikkan, kata Sohibul, maka akan melahirkan sebuah koalisi. Dari segi kuantitas, jumlah pasangan capres akan menurun.

Kendati demikian, persoalan yang muncul justru partai mana yang lebih dominan dan layak untuk mengusung capres tersebut apabila nanti koalisi terbentuk.

Pemerintah sebelumnya mengusulkan hasil pemilihan legislatif 2014 digunakan untuk mengusung calon presiden pada pemilihan presiden 2019 mendatang.

Hasil Pileg 2014 digunakan karena pada 2019 pemilihan legislatif dan pemilihan presiden digelar serentak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

Dengan demikian, hasil pileg 2019 tidak bisa digunakan untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden.

(Baca: Pemerintah Usulkan Hasil Pemilu 2014 Digunakan untuk Usung Calon dalam Pilpres 2019)

Terkait angkanya, lanjut Tjahjo, tetap berpegang pada Undang-Undang Pemilihan Presiden yang lama.

UU Nomor 42 Tahun 2008 mengatur, parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Tjahjo mengatakan, aturan mengenai hal ini akan dirumuskan dalam draf revisi UU Pemilu yang diusulkan pemerintah dan akan segera diserahkan ke DPR untuk pembahasan lebih lanjut.

Politisi PDI-P menyadari aturan ini akan membuat partai baru tak bisa ikut mengusung capres. Namun ia meminta partai baru berebut kursi di DPR terlebih dulu, baru ikut pilpres di 2024.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com