JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Agung Artidjo Alkostar tampak jengah dengan para koruptor.
Mengaku mengacu pada pertimbangan hukum, Artidjo kerap menghukum terdakwa kasus korupsi lebih berat dari pengadilan tingkat pertama.
Sejumlah politisi jadi "korban"nya. Sebutlah nama Angelina Sondakh, Luthfi Hasan Ishaq dan Anas Urbaningrum.
Menurut Artidjo, korupsi yang melibatkan para politisi adalah karena sistem politik yang salah. Sistem itu menciptakan biaya politik yang begitu tinggi.
"Biaya yang tinggi itu berdampak pada tindakan-tindakan untuk mengembalikan biaya politik yang sudah dikeluarkan," ujar Artidjo di program Satu Meja yang ditayangkan Kompas TV, Senin (12/9/2016).
(Baca: Upaya Koruptor demi Hindari Palu Artidjo)
"Jadi problemnya ada pada biaya politik yang terlalu mahal," kata Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung ini.
Korupsi politik, kata Artidjo, menjadi persoalan di Indonesia, bahkan kian berat. Menghentikan perilaku koruptif di kalangan politisi wajib segera dihentikan.
Dan Artidjo punya cara. Yakni mencabut hak politik para politisi korup. Sejumlah politisi yang terbukti korupsi di pengadilan tingkat pertama, dicabut hak politiknya di putusan kasasi yang ditangani Artidjo.
"Harus dicabut karena orang tidak tahu orang ini sudah cacat dan supaya rakyat tidak tertipu," ujar Artidjo.
Dia berharap putusan pencabutan hak politik bisa berefek jera.
Baca Berkas
Pembaca acara Satu Meja, Budiman Tanuredjo sempat bertanya apa seorang Artidjo membaca berkas perkara, terutama kasus korupsi, yang biasanya tebal, atau asal menghukum saja.
"Iya (baca) dong. Ndak mungkin begitu (tidak baca)," kata Artidjo.
(Baca: Pejabat MA Minta Suap kepada Pengacara untuk Hindari Hakim Artidjo)
"Saya ini mantan advokat, jadi tahu betul metode membaca berkas," ujar Artidjo.
Artidjo juga menegaskan setiap putusan di Mahkamah Agung adalah putusan majelis, bukan hasil pemikiran individu. Majelis, kata Artidjo, kerap berdebat sebelum memutuskan.
Maka tak mungkin seorang hakim tak membaca apalagi tidak mempertimbangkan putusannya.
"Putusan majelis itu melalui pertimbangan yang sangat detail," ujarnya.
Artidjo bagai mimpi buruk bagi para terdakwa korupsi. Itu karena dia kerap menambah hukuman, baik penjara maupun denda atau uang pengganti, kepada para koruptor di tingkat kasasi.
Bahkan ada beberapa terdakwa yang mencabut permohonan kasasinya ketika tahu bahwa Artidjo masuk dalam majelis hakim yang akan menangani perkara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.