Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lima Guru Besar Tulis Surat untuk Jokowi, Ini Isinya

Kompas.com - 04/09/2016, 20:35 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Surat atas nama lima guru besar dari empat perguruan tinggi bakal dikirim ke Presiden Jokowi.

Para profesor itu meminta agar Presien Joko Widodo tidak mempermudah syarat pemberian remisi untuk koruptor.

Remisi tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Pemerintah disebut bakal merevisi PP yang diteken di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono itu. 

Kelima guru besar itu yakni, Guru besar Universitas Islam Indonesia Mahfud MD, Guru besar Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho, Guru besar Universitas Indonesia Rhenald Kasali, guru besar Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto, dan Guru besar Universitas Bosowa '45 Marwan Mas

Salah seorang guru besar yang menandatangani surat, Mahfud MD mengatakan, pernyataan sikap yang tertuang dalam surat itu difasilitasi Indonesia Corruption Watch (ICW).

Rencananya, lanjut dia, surat itu dikirimkan ke Jokowi pada Senin (5/9/2016).

"Jadi, itu dikoordinir oleh ICW, mengakomodasi siapa yang menyetujui konteks itu. Saya termasuk yang tidak setuju kalau PP 99 itu direvisi," ujar Mahfud saat dihubungi, Minggu (4/9/2016).

(Baca: Remisi Koruptor Dipermudah)

Menurut Mahfud, koruptor tidak semestnya diberikan kemudahan remisi. Sebab, korupsi adalah kejahatan luar biasa. 

"Sudah disepakati kan secara internasional bahwa korupsi itu kejahatan besar kejahatan luar biasa. Maka hukumannya pun harus beda, artinya kalau membedakan hukuman, membedakan cara memberi remisi itu sudah sesuai keluar dengan kebiasaannya itu, sudah adil, sesuai kitab extraordinary crime," kata dia.

Berikut ini adalah isi lengkap dari surat tersebut:

Kepada Yth. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo di Jakarta
Hal: Permintaan untuk menolak pengesahan regulasi yang mempermudah pemberian remisi untuk Koruptor

Dengan Hormat, Salam Merdeka, Bapak Presiden Joko Widodo yang terhormat. Semoga Bapak dalam keadaan sehat jasmani dan rohani serta terus berkomitmen memberantas korupsi.

Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia saat ini sedang membahas Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (RPP Warga Binaan). Kementrian beralasan RPP dibuat dilakukan untuk mengurangi kisruh dan kelebihan kapasitas di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

Melalui surat ini kami ingin menyampaikan bahwa RPP ini perlu dikritisi dalam tiga aspek yaitu prosedur, subtansi dan alasan pemerintah dalam melakukan penyusunan rancangan regulasi tersebut. Pertama, secara prosedur, proses penyusunan RPP Warga Binaan ini tidak transparan dan tidak partisipatif serta tidak disertai dengan naskah akademik atau kajian yang menjelaskan alasan atau latar belakang perlunya RPP ini.

Kedua, secara subtansi, RPP usulan pemerintah tersebut jelas menguntungkan koruptor karena berupaya memberikan banyak celah dan peluang agar koruptor lebih banyak dan lebih cepat keluar penjara. Syarat utama sebagai justice collaborator dan adanya rekomendasi lembaga yang menangani perkara korupsi dari sang koruptor – seperti KPK – dihilangkan dalam usulan RPP. Setahun napi korupsi sangat mungkin mendapat 3 hingga 4 kali remisi yaitu umum, khusus, tambahan dan kemanusiaan.

Ketiga, alasan RPP untuk mengurangi kelebihan kapasitas penghuni penjara tidak efektif ditujukan kepada napi korupsi. Data Direktorat Jenderal Pemasyarakatn per Juli 2016 menyebutkan jumlah narapidana yang menghuni rutan dan penjara berjumlah 197.670 orang dan sebanyak 3.801 (1,92 %) diantaranya adalah narapidana korupsi.

Sebaiknya Presiden Jokowi perlu secepatnya memanggil Yasona selaku Menteri Hukum dan HAM untuk dimintai klarifikasi dan memperhatikan penolakan dari KPK maupun pihak perguruan tinggi terkait dengan subtansi yang dinilai menguntungkan koruptor. 

Hal ini penting karena RPP akan menjadi pertaruhan komitmen pemberantasan korupsi Pemerintah Jokowi-JK. Tanpa ada campur tangan Presiden, dikhawatirkan ada penumpang gelap dan nuansa politis dibalik gagasan mencabut pengetatan syarat pemenuhan hak bagi koruptor sebagaimana tertuang dalam RPP ini.

Pemerintah lebih baik fokus memperkuat instrumen hukum pemberantasan korupsi. Hingga kini setidaknya ada beberapa regulasi yang mendesak untuk segera dibahas, seperti RUU tentang Perampasan Aset, RUU tentang Pembatasan Transaksi Tunai, dan RUU tentang Revisi atas UU Tindak Pidana Korupsi.

Hormat Kami, Guru Besar Antikorupsi

1. Prof. Dr. Moh. Mahfud MD (Universitas Islam Indonesia)
2. Prof. Dr. Hibnu Nugroho (Universitas Jenderal Soedirman)
3. Prof. Rhenald Kasali, Ph.D. (Universitas Indonesia)
4. Prof. Dr. Sulistyowati Irianto (Universitas Indonesia)
5. Prof. Dr. Marwan Mas, M.H. (Universitas Bosowa '45 Makassar)

Tembusan
1. Ketua MPR RI
2. Ketua DPR RI
3. Menteri Hukum dan HAM
4. Ketua KPK RI  

Kompas TV Wacana Permudah Syarat Remisi Koruptor Muncul

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com