JAKARTA, KOMPAS.com - Pola hujan buatan oleh Tim Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk daerah yang terkena kebakaran hutan dan lahan tahun 2016 ini berbeda dengan tahun sebelumnya.
Tahun lalu, koordinasi hujan buatan ada di bawah kendali pemerintah provinsi. Tapi pada 2016 ini, koordinasinya dipegang langsung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Pusat akan mengalokasikan kepada daerah yang membutuhkan hujan buatan," ujar Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei melalui siaran pers, Kamis (25/8/2016).
Selain itu, Willem memastikan, pembuatan bloking kanal akan terus dilakukan bekerja sama dengan Badan Restorasi Gambut (BRG) sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo.
Willem meminta seluruh pemangku kepentingan yang berkaitan dengan penanganan kebakaran hutan dan lahan siap siaga memantau titik api di daerahnya masing-masing.
"Posko dan incident commander agar selalu aktif dan beroperasi. Briefing setiap pagi dan sore melakukan evaluasi sehingga kita selalu waspada terhadap peristiwa kebakaran hutan dan lahan," ujar Willem.
Tidak hanya itu, Willem sekaligus meminta dunia usaha dan masyarakat turut berkontribusi supaya tidak ada lahan dan hutan yang terbakar.
Ia mengatakan, dua unsur itu harus terus menerus diingatkan.
"Pencegahannya adalah mengidentifikasi daerah yang rawan kebakaran, meningkatkan sistem peringatan dini agar api yang masih kecil mudah dipadamkan serta sosialisasi kepada masyarakat," ujar Willem.
Pemerintah telah menyiapkan dukungan operasi udara untuk water bombing, yakni dengan menyiapkan 17 pesawat termasuk helikopter. Tim darat pun siap beroperasi.
Adapun hingga 25 Agustus 2016 ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menetapkan enam provinsi berstatus siaga darurat kebakaran hutan dan lahan.
Enam provinsi itu, yakni Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
(Baca: Enam Provinsi Berstatus Siaga Darurat Kebakaran Hutan)