Oleh: Hamid Awaludin
Dua pekan setelah dilantik menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral oleh Presiden Joko Widodo, Arcandra Tahar langsung diempas isu besar tentang status kewarganegaraannya.
Entah dari mana muasalnya, sebuah pesan berantai beredar dalam berbagai medium- perbincangan media sosial dan kini di media massa- bahwa sang menteri adalah pemegang paspor Amerika Serikat, tempat ia bermukim dalam 18 tahun terakhir.
Saya menulis artikel ini dengan asumsi bahwa berita yang beredar itu benar adanya.
Kabar ini, terus terang, cukup mengentak saya pribadi, mengingat aturan tentang kewarganegaraan ini lahir di tangan saya selaku Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia periode 2004-2007.
Cikal bakal undang-undang ini mulai dibicarakan pada era pendahulu saya, Yusril Ihza Mahendra.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, pada intinya adalah tidak boleh ada warga negara Indonesia memiliki kewarganegaraan lain, kecuali anak yang berusia 18 tahun ke bawah.
Terlepas dari ini, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara jelas mengatakan bahwa seseorang diangkat menteri, haruslah warga negara Indonesia. Dari perspektif inilah, Presiden Jokowi bisa disoal secara politik dan hukum.
Masalahnya, Presiden mengangkat Arcandra Tahar sebagai Menteri ESDM, sementara ia memegang kewarganegaraan asing. Artinya, Presiden Jokowi melanggar Undang-Undang Kementerian Negara.
Implikasi politis dan yuridis dari keputusan Presiden Jokowi mengangkat Arcandra sebagai pembantunya itu bisa dibawa ke mana-mana.
Lalu ada yang mengatakan, Arcandra masih tetap memegang paspor Indonesia yang masih berlaku hingga 2017.
Kita harus ingat, memegang paspor Indonesia bukan jaminan bahwa ia tidak menjadi warga negara asing, karena masa berlaku paspor adalah lima tahun dan seseorang bisa saja menjadi warga negara asing sebelum masa berlaku paspornya habis.
Ada juga yang berpandangan bahwa Arcandra tidak memiliki soal sebab sekarang ia sudah menanggalkan status kewarganegaraan Amerikanya.
Pandangan ini tidak valid dari segi hukum sebab menanggalkan status kewarganegaraan asing tidak serta-merta seseorang bisa menjadi warga negara Indonesia.