Setelah itu, Presiden berikutnya menyampaikan pidato HUT RI di depan ”wakil rakyat” di Gedung MPR/DPR. Deputi II Bidang Protokol Pers dan Media Sekretariat Presiden Djarot Sri Sulistyo menjelaskan, pidato seperti era Soekarno dapat digelar lagi pada zaman sekarang. ”Jika ada masukan masyarakat, format pidato seperti itu dapat digelar lagi,” kata Djarot.
Sejarawan Asvi Warman Adam mengkritik presiden yang tidak berpidato di depan rakyat. Pidato di depan rakyat, menurut Asvi, dapat menggelorakan semangat rakyat. Sementara pidato di depan wakil rakyat, tambah Asvi, bagaikan membacakan laporan pertanggungjawaban yang ditulis orang lain dan bisa membosankan. Apalagi suasana seperti dulu, setelah detik-detik proklamasi, diramaikan dengan suara beduk dan lonceng gereja.
Namun, sebagian suasana seperti itu akan dikembalikan lagi oleh Presiden Jokowi. Meskipun belum berpidato di depan rakyat, saat detik-detik proklamasi 17 Agustus, selain dentuman meriam dan sirene, juga akan dilakukan dan diperdengarkan suara beduk masjid dan lonceng gereja.
Sementara itu, berbagai kesibukan mempercantik Kompleks Istana terus dilakukan. Belasan pekerja sibuk memasang panggung di luar gerbang Istana Merdeka. Ada dua panggung yang dibangun tepat di depan gerbang Istana Merdeka. Tiang dan atap kedua panggung itu ditutup dengan kain dengan kombinasi warna merah-putih.
Pengajar Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Jakarta, Hendri Satrio, melihat ritual-ritual baru dalam rangkaian peringatan HUT Kemerdekaan Indonesia sengaja dibuat karena Presiden Jokowi ingin membuat semacam prasasti yang berbeda dengan presiden-presiden sebelumnya.
Masyarakat akan mengingat Presiden Jokowi sebagai perintis tradisi baru dalam perayaan
kemerdekaan Indonesia. Meski begitu, lanjut Hendri, Jokowi seharusnya tidak melulu mengutamakan ritualitas dalam setiap acara dan melupakan substansi, yaitu kewajiban melaksanakan program-program pro rakyat.
Janji-janji semasa kampanye yang terangkum dalam nawacita juga harus direalisasikan karena rakyat tidak hanya butuh hiburan, tetapi juga butuh makan dan hidup layak. (SON/NDY/NTA/DMU/HAM/HAR)
Versi cetak artikel ini terbit di harian "Kompas" edisi 14 Agustus 2016, di halaman 2 dengan judul "Memupuk Kebanggaan Indonesia"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.