JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Gugus Kerja Perempuan dalam Konstitusi dan Hukum Nasional Komnas Perempuan, Indraswari mengatakan, meski hampir 71 tahun Indonesia merdeka, banyak kelompok masyarakat yang belum sepenuhnya menikmati hak konstitusional.
Hal itu berdasarkan hasil laporan pemantauan Komnas Perempuan terhadap penganut kepercayaan leluhur. Laporan pemantauan dibuat sejak 2011 hingga 2015.
Indraswari mengatakan, laporan tersebut menggambarkan kekerasan dan diskriminasi atas kepercayaan leluhur terhadap perempuan.
Diskriminasi tersebut menyebabkan kerugian fisik, psikis, dan juga gangguan reproduksi pada korban.
"Selain itu juga dampak sosial dan hukum yang ditanggung oleh korban dalam jangka waktu panjang," kata Indraswari, di Komplek Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (3/8/2016).
Menurut Indraswari, seluruh pengalaman yang dialami korban mengakibatkan penderitaan yang besar akibat berkurangnya perlindungan.
Laporan itu didasarkan pada pengungkapan 115 kasus dari 87 peristiwa kekerasan dan diskriminasi yang dialami oleh 57 perempuan penganut kepercayaan leluhur dari 11 komunitas yang tersebar di 9 provinsi.
"Dari 115 kasus, 50 di antaranya adalah kasus kekerasan dan 65 lainnya kasus diskriminasi," ucap Indraswari.
Indraswari menuturkan, Komnas Perempuan mengkategorikan tiga bentuk kekerasan. Pertama, kekerasan psikis dalam 14 kasus stigmatisasi dan 24 kasus intimidasi.
Kedua, kekerasan seksual dalam tujuh kasus pemaksaan busana dan tiga kasus pelecehan seksual.
Ketiga, kekerasan fisik dalam tiga kasus penganiayaan dan dua kasus pembunuhan.
"Sementara itu lebih dari setengah dari 65 kasus diskriminasi adalah kasus pengabaian dalam adminstrasi kependudukan," ujar Indraswari.
Indraswari menambahkan, terdapat sembilan kasus pembedaan dalam mengakses pekerjaan, delapan kasus pembedaan dalam mengakses pendidikan, dan tiga kasus dihambat dalam mengakses bantuan pemerintah.
Selain itu juga terdapat tiga kasus dihalangi akses pemakaman, dua kasus dihalangi mendirikan rumah ibadah, lima kasus dihambat dalam beribadah, dan satu kasus pelarangan berorganisasi keyakinan.
Menurut Indraswari, kekerasan dan diskriminasi dilakukan sekurangnya oleh 87 pelaku. Terdiri dari 44 pelaku individu dan 10 kasus secara berkelompok. Sebanyak 52 orang di antaranya adalah aparat pemerintah dan dua pelaku aparat hukum.
Indraswari menilai, banyaknya aparat pemeritah yang menjadi pelaku diskriminasi berkorelasi dengan tempat diskriminasi, bahwa 62 persen atau 54 peristiwa diskriminasi terjadi di ranah negara.
Di ranah publik tercatat 27 peristiwa diskriminasi. Adapun dua peristiwa kekerasan terjadi di rumah tangga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.