JAKARTA, KOMPAS.com -Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar menilai bahwa kepolisian sangat subjektif dalam menghentikan penyidikan kasus pembakaran hutan yang melibatkan sejumlah perusahaan di Riau.
Menurut Bambang, kepolisan perlu mendapatkan dukungan pernyataan atau alasan sebelum menyatakan penyidikan dihentikan. Karena itu, Bambang menilai perlu ada kontrol masyarakat terhadap polisi.
"Inilah kontrol terhadap proses kerja polisi, ini ngomongnya tentu polisi kan, tidak ada yang memberi counter. Kalau pernyataan polisi sendiri ini subjektif sekali," ujar Bambang saat dihubungi, Selasa (26/7/2016).
Menurut Bambang, masyarakat saat ini sangat kritis dalam berpikir. Sehingga, penghentian penyidikan tanpa diimbangi pernyataan pihak lain justru memunculkan pertanyaan.
"Apabila Polri menyadari diri bahwa ini hanya pernyataan sendiri atau tidak, masyarakat itu sekarang tidak bodoh ya, itu subjektif," kata dia.
Maka dari itu, lanjut Bambang, seharusnya kepolisian berkoordinasi dengan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), sebagai pengawas kepolisian.
Adanya pernyataan dari kepolisian dan Kompolnas akan membuat masyarakat lebih yakin dengan penghentian penyidikan tersebut.
"Jadi perlu kalau misalkan (Kompolnas) memperkuat pernyataan itu, setidaknya Kompolnas ikut melihat, meneliti sendiri alat alat bukti dari perusahaan yang melanggar itu," ujar Bambang.
"Kalau kompolnas juga menyatakan hal yang sama, rakyat akan lebih percaya," kata dia.
Kasus kebakaran hutan hebat terjadi di Riau pada Juli 2015. Dalam kebakaran tersebut ditemukan unsur kesengajaan yang akhirnya menyeret 15 perusahaan serta 25 orang ke meja hijau.
Adapun kelima belas perusahaan tersebut adalah PT Bina Duta Laksana (HTI), PT Ruas Utama Jaya (HTI), PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia (HTI), PT Suntara Gajah Pati (HTI), PT Dexter Perkasa Industri (HTI), PT Siak Raya Timber (HTI), dan PT Sumatera Riang Lestari (HTI).
Lalu, PT Bukit Raya Pelalawan (HTI), PT Hutani Sola Lestari, KUD Bina Jaya Langgam (HTI), PT Rimba Lazuardi (HTI), PT PAN United (HTI), PT Parawira (Perkebunan), PT Alam Sari Lestari (Perkebunan), dan PT Riau Jaya Utama.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar sebelumnya menegaskan, pihaknya memiliki alasan yang kuat untuk menghentikan penyidikan kasus kebakaran hutan yang melibatkan sejumlah perusahaan.
Jika ada pihak yang merasa keberatan, kata Boy, Polri terbuka dengan perlawanan tersebut. (Baca: Polri Terbuka jika Ada yang Gugat Penghentian Kasus Kebakaran Hutan Riau)
"Kalau masyarakat merasa ada yang dirugikan, gugat saja keputusan itu. Terbuka kok, ada praperadilan. Kalau memang itu dinilai sesuatu yang tidak patut," kata Boy di Mabes Polri, Kamis (21/7/2016).