"Ada larangan untuk berkebun karena lokasi operasi keamanan di kebun warga yang berdekatan dengan hutan. Biasanya yang berkebun akan diduga sebagai pihak yang memberikan logistik ke DPO (Daftar Pencarian Orang)," tutur Ibu Adi.
Menurut Ibu Adi, kehadiran ribuan aparat keamanan di hutan-hutan sekitar kebun atau di wilayah kebun, menyebabkan aktivitas bertani terganggu.
Larangan keluar rumah lebih dari 200 meter pada sore menjelang malam menambah nuansa ketakutan warga.
"Saat ada baku tembak di kebun atau hutan, warga sempat tanya jaminan keamanan dari aparat, tapi tidak ada yang mau menjamin. Kami bahkan ditekankan waktu berkebun hanya sampai pukul 15.00 sore," ucap Ibu Adi.
Selain itu, dampak negatif juga dirasakan Citra (nama samaran). Untuk bisa tetap makan dan membiayai sekolah anak-anaknya, Citra dan beberapa perempuan lain menjadi pemecah batu atau menjadi pengangkut batu di Sungai Puna.
Pekerjaan ini tidak pernah dilakukan sebelumnya karena mereka adalah petani coklat.
Dampak lain juga disebabkan latihan militer di Poso yang menyebabkan masyarakat harus mengungsi dan tak bisa bekerja. Latihan itu juga menimbulkan trauma warga sekitar akibat konflik beberapa waktu lalu.
"Tembak-tembakan sudah mulai sejak pukul 05.00. Bom dan roket siang hari. Kami tidak berkegiatan apapun selama latihan militer, bagaimana mau makan," tutur Fatin (nama samaran), warga lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.