JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil mengapresiasi efektivitas kinerja Satuan Tugas (Satgas) TNI-Polri dalam Operasi Tinombala.
Hal ini menyusul dilumpuhkannya sejumlah aktor utama kelompok teroris di Poso, termasuk Santoso, gembong teroris Indonesia.
"Langkah satgas ini perlu diacungi jempol, hal ini mengingat operasi penangkapan teroris di Poso ini telah dilakukan sejak 2012 dan harus menempuh wilayah yang sulit terjangkau.Tentu hasil ini bukan tanpa kerja keras tim Satgas yang sangat terlatih," kata Nasir dalam keterangan tertulis, Kamis (21/7/2016).
Di sisi lain, tewasnya Santoso, menjadi tantangan besar bagi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal (Pol) Suhardi Alius.
“Ini adalah pekerjaan rumah berat bagi Suhardi sebagai Kepala BNPT ke depan, perlu langkah strategis dalam mengantisipasi munculnya kemarahan dan teror dari loyalis Santoso akibat tewasnya sejumlah anggota kelompoknya,” harap Nasir.
Politisi PKS itu pun menilai operasi Tinombala berhasil lantaran menggunakan sejumlah pendekatan yang progresif.
“Di tengah kelemahan Undang-Undang yang ada, Satgas mampu melumpuhkan kekuatan kelompok teroris yang selama ini sulit disentuh, tentu ini dilakukan dengan terobosan yang luar biasa,” ungkapnya.
Meskipun dinilai efektif, Nasir menegaskan Komisi III akan melakukan evaluasi pelaksanaan Operasi Tinombala, pekan ini. Evaluasi tersebut melalui Kunjungan Kerja ke sejumlah daerah strategis yang pernah jadi tempat operasi penangkapan teroris.
“Kita akan catat dan analisis kelemahan pelaksanaan operasi selama ini dan hal apa saja yang perlu dicantumkan dalam perubahan Undang-Undang ke depan,” papar nasir.
Nasir juga yakin Suhardi Alius dapat bekerja cerdas dan memantapkan program dan kinerja BNPT ke depan.
"Sebagai mitra komisi III DPR RI, BNPT akan selalu kami awasi terutama langkah strategis lainnya yg akan diambil pasca tewasnya pimpinan kelompok teroris Santoso ini," kata Nasir.
Nasir pun berharap, hasil yang diperoleh Satgas yang telah menghabiskan anggaran negara yang tidak sedikit ini dapat menjadi momentum berakhirnya persoalan teroris di Indonesia.
"Meski dinilai berhasil menewaskan pimpinan kelompok teroris, kita tidak boleh lengah, kita harus waspada dan perlu terus mengkritisi penanganan tindak pidana terorisme oleh aparat penegak hukum,” ujarnya.
Santoso tewas dalam baku tembak antara kelompok radikal dan aparat Satgas Operasi Tinombala di Poso, Senin (18/7/2016). Baku tembak itu juga menewaskan Muchtar, anak busah Santoso. Tiga orang lagi, yang diduga istri Santoso, istri Muchtar dan Basri melarikan diri.