JAKARTA, KOMPAS.com - I Putu Sudiartana, legislator dari Partai Demokrat, mungkin tak menyangka. Senin (27/6/2016) dia berbuka puasa bersama dengan lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung KPK.
(Baca: KPK Tangkap Tangan Anggota DPR)
Selang dua hari, dia ditangkap KPK. Bahkan tertangkap tangan. Wakil Bendahara Umum Partai Demokrat itu diduga menerima suap. Kolega Putu di Komisi III DPR juga sempat heran dengan penangkapan ini.
"Teman-teman di WhatsApp lihat Pak Putu akrab dengan pimpinan karena habis bukber. Kawan-kawan bilang ada apa? Kok habis senyum-senyum dan ketawa-ketawa dengan pimpinan KPK lalu ada apa," kata Wakil Ketua Komisi III Desmond Junaidi Mahesa, Rabu (29/6/2016).
(Baca: Putu Sudiartana Ditangkap Usai Buka Bersama Pimpinan KPK)
Bahkan, seperti dikutip dari Tribunnews.com, seusai buka puasa bersama, Putu sempat berfoto bersama Ketua KPK Agus Rahardjo. Putu juga berpose bersama dua Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan dan Saut Situmorang.
Dua hari kemudian, Basaria di depan wartawan, menjelaskan alasan dan kronologis penangkapan Putu. Kantor Putu di DPR pun digeledah dan disegel KPK.
Pria kelahiran Bongkasa, Bali 8 Desember 1971 ini duduk di Kursi DPR setelah terpilih pada Pemilihan Legislatif 2014. Dia pernah mencalonkan diri jadi Wakil Gubernur Bali berpasangan dengan Gede Winasa pada Pilkada Bali 2013-2018. Tapi gagal.
(Baca: Jubir Demokrat Membenarkan Anggota DPR I Putu Sudiartana Ditangkap KPK)
Menurut LHKPN yang dilaporkan saat mencalonkan diri jadi wakil gubernur Bali atau tiga tahun lalu, Putu memiliki total aset senilai Rp 12, 5 miliar. Dari jumlah itu Rp 11, 7 miliar merupakan harta tak bergerak.
Korupsi APBN
Putu ditangkap terkait rencana pembangunan 12 ruas jalan yang anggarannya berasal dari APBN-P 2016.
"Kasusnya ini terkait pembangunan 12 ruas jalan di Sumatera Barat. Nilainya Rp 300 miliar. Itu latar belakangnya," ujar Basaria dalam jumpa pers di gedung KPK, Rabu (29/6/2016).
(Baca: Operasi Tangkap Tangan KPK Terkait Proyek Jalan Rp 300 M di Sumbar)
Total dalam kasus ini, KPK mengamankan enam orang, yakni Putu, Noviyanti (Sekretaris Putu), Muchlis (suami dari Noviyanti), Suhemi (pengusaha), Yogan Askan (pengusaha), Suprapto (Kepala Dinas Prasarana, Jalan, Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatera Barat).
Setelah pemeriksan 1 x 24 jam, Muchlis dilepas. Lima lainnya jadi tersangka.
Putu, Novianti dan Suhemi diduga sebagai penerima suap. Mereka disangkakan Pasal 12 huruf a atau pasal 11 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Yogan Askan dan Suprapto sebagai pemberi suap. Mereka disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat ke-1 KUHPidana.
"MCH (Muchlis) kami lepas karena dia hanya menjadi tempat singgah, yang paling bertanggungjawab adalah istrinya, NOV (Novianti). Namun sewaktu-waktu, apabila penyidik memerlukan keterangannya, dia akan kami panggil," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menambahkan.