Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Vaksin Palsu, Menkes Kena "Semprot" Anggota DPR

Kompas.com - 27/06/2016, 23:36 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi IX DPR menggelar rapat kerja dengan Menteri Kesehatan Nila Moeloek, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Biofarma, dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) terkait penyebaran vaksin palsu yang marak diperbincangkan dalam beberapa hari terakhir.

Dalam kesempatan tersebut, Nila dicecar sejumlah pertanyaan oleh para anggota Komisi IX. Sebab, sebelumnya ia sempat menyebutkan bahwa peredaran vaksin palsu diketahui sudah sejak 2003 silam.

Salah satunya anggota Komisi IX, Irma Suryani Chaniago. Ia menduga ada "pemain" di antara lancarnya distribusi vaksin palsu tersebut. Sebab, distribusinya tersimpan rapi selama lebih dari 10 tahun.

"Artinya, ada yang bermain di sini, mulai dari penerima, pemasok, pembuat," ujar Irma di ruang rapat Komisi IX, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/6/2016).

(Baca: Vaksin Palsu Beredar, Fahri Hamzah Anggap BPOM Kebobolan)

Ia juga meragukan jika paramedis tak bisa membedakan mana vaksin asli dan palsu karena rentang harga keduanya sangat jauh.

"Mestinya paramedis sudah tahu harganya. Tetapi, kenapa bisa sedemkkian lama tersimpan rapi?" kata dia.

Irma juga menyinggung soal sikap Nila yang dianggap melindungi diri dan cenderung melindungi institusinya, misalnya dengan melempar kesalahan kepada BPOM. Padahal, kata Irma, BPOM memiliki anggaran yang kecil dan Kemenkes tak menyokongnya. Begitu pula dari sisi sumber daya manusia dari BPOM yang dianggap masih minim.

"Saya cuma ingin Kemenkes tidak defensif. Ketika rakyat mengadu, tolong diselesaikan. Jangan selalu berdalih itu bukan pekerjaan Menkes," tutur politisi Partai Nasdem itu.

(Baca: Pasutri Pembuat Vaksin Palsu Diduga Manfaatkan Kekurangan Stok di Rumah Sakit)

Sementara itu, anggota Komisi IX dari Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay, mendesak agar Nila membuka data-data rumah sakit, klinik, dan fasilitas kesehatan lain kepada publik. Selain itu, ia juga kecewa dengan sikap Kemenkes melalui akun Twitter Kemenkes yang menyebutkan hanya sekitar 1 persen vaksin yang diduga palsu.

"Hanya? Ini menyepelekan masalah. Andaikan ada yang meninggal karena ini harus dikejar. Tidak boleh ada yang mengonsumsi vaksin palsu bermasalah," ujar Saleh.

Senada dengan Saleh, anggota Komisi IX dari Fraksi Golkar, Dewi Asmara, menyayangkan kasus vaksin palau yang sudah bergulir belasan tahun. Ia pun menekankan soal pola pengawasan yang diberlakukan Kemenkes dan BPOM.

"Tiga belas tahun itu sudah tiga menteri (kesehatan). Ini tidak main-main. Apa iya bisa sedemikian tertutip? Atau dilakukan sedemikian masif?" kata Dewi.

Sementara itu, Ketua Komisi IX, Dede Yusuf mengatakan, perlu ada kontrol terhadap penggunaan anggaran oleh Kemenkes. Sebab, anggaran yang dialokasikan untuk vaksin reguler saja, kata dia, sangat besar.

"Anggaran obat dan vaksin 2016 Rp 2,8 triliun. Untuk vaksin reguler saja sebesar Rp 1,2 triliun. Inilah yang kenapa membuat kami semua melihat, ada sesuatu yang lost control dan perlu kita dilakukan rekayasa ke depannya," ujar politisi Partai Demokrat itu.

(Baca: Istri dari Pasangan Pembuat Vaksin Palsu Pernah Bekerja sebagai Perawat di RS Hermina Bekasi)

Upaya pengungkapan kasus vaksin palsu ini berawal dari temuan penyidik Subdirektorat Industri dan Perdagangan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri di tiga wilayah, yaitu Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta.

Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan, keberadaan vaksin palsu itu diketahui sudah mulai beredar sejak 2003 silam. Saat ini, pihak aparat masih menggali informasi lebih jauh terhadap pelaku yang telah ditangkap.

Dalam penggeledahan beberapa waktu lalu, penyidik mengamankan barang bukti, yakni 195 saset hepatitis B, 221 botol vaksin polio, 55 vaksin anti-snake, dan sejumlah dokumen penjualan vaksin. Sejauh ini, sudah sembilan orang ditetapkan sebagai tersangka.

Mereka dijerat Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun dan denda Rp 1,5 miliar dan Pasal 62 juncto Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 

Kompas TV Polisi Dalami Aliran Dana Tersangka Vaksin
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Isu Perombakan Kabinet Jokowi, Sandiaga: Saya Siap Di-'reshuffle' Kapan Pun

Isu Perombakan Kabinet Jokowi, Sandiaga: Saya Siap Di-"reshuffle" Kapan Pun

Nasional
Hadiri Lion Dance Exhibition, Zita Anjani Senang Barongsai Bertahan dan Lestari di Ibu Kota

Hadiri Lion Dance Exhibition, Zita Anjani Senang Barongsai Bertahan dan Lestari di Ibu Kota

Nasional
Timwas Haji DPR Ajak Masyarakat Doakan Keselamatan Jemaah Haji dan Perdamaian Palestina

Timwas Haji DPR Ajak Masyarakat Doakan Keselamatan Jemaah Haji dan Perdamaian Palestina

Nasional
5 Perbaikan Layanan Haji 2024 untuk Jemaah Indonesia: 'Fast Track' hingga Fasilitas buat Lansia

5 Perbaikan Layanan Haji 2024 untuk Jemaah Indonesia: "Fast Track" hingga Fasilitas buat Lansia

Nasional
Timwas Haji DPR Ingatkan Panitia di Arab Saudi untuk Selalu Awasi Pergerakan Jemaah

Timwas Haji DPR Ingatkan Panitia di Arab Saudi untuk Selalu Awasi Pergerakan Jemaah

Nasional
Safenet Nilai Pemblokiran X/Twitter Bukan Solusi Hentikan Konten Pornografi

Safenet Nilai Pemblokiran X/Twitter Bukan Solusi Hentikan Konten Pornografi

Nasional
Pastikan Keamanan Pasokan Energi, Komut dan Dirut Pertamina Turun Langsung Cek Kesiapan di Lapangan

Pastikan Keamanan Pasokan Energi, Komut dan Dirut Pertamina Turun Langsung Cek Kesiapan di Lapangan

Nasional
Bersikeras Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat, Golkar: Di Jakarta Surveinya Justru Nomor 3

Bersikeras Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat, Golkar: Di Jakarta Surveinya Justru Nomor 3

Nasional
Soal Tawaran Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Sandiaga: Lebih Berhak Pihak yang Berkeringat

Soal Tawaran Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Sandiaga: Lebih Berhak Pihak yang Berkeringat

Nasional
PPP Tak Lolos Parlemen, Sandiaga: Saya Sudah Dievaluasi

PPP Tak Lolos Parlemen, Sandiaga: Saya Sudah Dievaluasi

Nasional
Respons Menko PMK, Komisi VIII DPR: Memberi Bansos Tidak Hentikan Kebiasaan Berjudi

Respons Menko PMK, Komisi VIII DPR: Memberi Bansos Tidak Hentikan Kebiasaan Berjudi

Nasional
Eks Penyidik Sebut KPK Tak Mungkin Asal-asalan Sita HP Hasto PDI-P

Eks Penyidik Sebut KPK Tak Mungkin Asal-asalan Sita HP Hasto PDI-P

Nasional
Disebut Copot Afriansyah Noor dari Sekjen PBB, Yusril: Saya Sudah Mundur, Mana Bisa?

Disebut Copot Afriansyah Noor dari Sekjen PBB, Yusril: Saya Sudah Mundur, Mana Bisa?

Nasional
Video Bule Sebut IKN 'Ibu Kota Koruptor Nepotisme' Diduga Direkam Dekat Proyek Kantor Pemkot Bogor Baru

Video Bule Sebut IKN "Ibu Kota Koruptor Nepotisme" Diduga Direkam Dekat Proyek Kantor Pemkot Bogor Baru

Nasional
Ahli Pidana: Bansos untuk “Korban” Judi Online Sama Saja Kasih Narkoba Gratis ke Pengguna…

Ahli Pidana: Bansos untuk “Korban” Judi Online Sama Saja Kasih Narkoba Gratis ke Pengguna…

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com