Tito Karnavian
Nama Tito Karnavian memang dinilai banyak pihak layak memimpin Polri. Namun, karena dianggap masih muda, Tito tidak dijagokan untuk menjabat Tribrata 1.
Kapolri mengakui bahwa Presiden sempat meminta masukan soal calon kepala Polri dari internal Polri. Badrodin kemudian memaparkan nama-nama yang berprospek menjadi kepala Polri. Salah satunya Tito.
Badrodin mengatakan, Presiden tertarik dengan prestasi Tito di Polri, khususnya dalam menangani tindak pidana luar biasa.
Badrodin pun melancarkan komunikasi personal kepada Tito. Namun, saat itu Tito menolak diusulkan menjadi calon kepala Polri. Tito mengaku ingin fokus dalam jabatan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teror yang baru diemban sejak Maret 2016.
"Dalam pembicaraan kami dengan Pak Tito, Pak Tito bilang masih ingin konsentrasi menangani terorisme," ujar Badrodin di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (15/6/2016).
(Baca: Cerita Penolakan Tito Karnavian Saat Diminta Jadi Calon Kapolri)
Namun, Badrodin menganggap penolakan itu lebih disebabkan angkatan Tito yang terbilang masih muda, yakni lulusan Akpol tahun 1987.
"Maksudnya dia itu, kita mengertilah," ujar Badrodin.
Oleh sebab itu, sidang dewan kepangkatan dan jabatan tinggi hanya mengusulkan tiga nama sebagai kepala Polri, yakni Komjen Budi Gunawan, Komjen Budi Waseso, dan Komjen Dwi Priyatno.
Namun, rupanya keputusan Presiden konsisten. Jokowi tetap mengusulkan nama Tito untuk menggantikan Badrodin sebagai kepala Polri ke DPR RI.
(Baca: Badrodin: Semua Pejabat Polri Akui Keunggulan Tito Karnavian)
Atas keputusan Presiden tersebut, Badrodin menilai, Tito adalah sosok polisi yang berprestasi. Menurut Badrodin, semua pejabat Polri mengakui keunggulan Tito meski masih yunior.
"Kalau dari sisi kemampuan, semua mengakui. Saya kira bisa diterima oleh semua pejabat Polri," kata Badrodin.
Karena itu, Badrodin yakin bahwa keputusan Presiden tersebut tidak akan menimbulkan gejolak di internal Polri.
(Baca: Tito Karnavian, Jenderal Bintang Tiga Termuda dengan Segudang Prestasi)
Seperti dikutip Kompas, Tito mendapat kenaikan pangkat istimewa sampai tiga kali karena berhasil mengungkap kasus-kasus besar pada masa lalu. Kemampuan Tito mengungkap berbagai kasus kriminal dan terorisme tidak diragukan lagi.
Tito langsung terjun ke lapangan untuk mengungkap berbagai kasus besar, dari bom di Kedubes Filipina (2000), bom Bursa Efek Jakarta (2001), bom malam Natal Jakarta (2001), bom di Plaza Atrium Senen Jakarta (2001), pembunuhan hakim agung Syaifuddin Kartasasmita di Jakarta (2001), dan bom di Bandara Soekarno-Hatta (2003).
Selain itu, bom di Hotel JW Marriott Jakarta (2003), pembunuhan Direktur PT Asaba (2004), bom Cimanggis Depok (2004), bom Kedubes Australia (2004), bom Bali II (2005), mutilasi tiga siswi di Poso (2006), bom di Hotel Ritz-Carlton dan JW Marriott Jakarta (2009), sampai pada operasi pengungkapan perampokan bersenjata Bank CIMB Niaga Medan (2010), dan bom buku (2011).