Sementara itu, butir ke-5 menegaskan bahwa berita media siber atau online yang sudah bisa diunggah tidak bisa dicabut, kecuali karena alasan SARA, kesusilaan, masa depan anak, pengalaman traumatik korban atau berdasarkan pertimbangan khusus lain yang ditetapkan Dewan Pers. Pancabutan itu juga harus diumumkan kepada publik.
Seperti diuraikan di butir ke-4, Pedoman Pemberitaan Media Siber merujuk kepada Kode Etik Jurnalistik. Di sinilah muncul konsekuensi etis bagi media untuk meminta maaf apabila melakukan kesalahan.
Pasal 10 Kode Etik Jurnalistik menyatakan secara tegas bahwa “Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.”
Berdasarkan uraian di atas, meminta maaf adalah hal yang lumrah dan wajib dilakukan oleh media online yang melakukan kesalahan. Akses terhadap teknologi informasi dan komunikasi yang dimiliki oleh media online seharusnya bukan digunakan untuk menutupi kesalahan.
Seperti diberitakan oleh Tempo.co di awal tahun 2016, Dewan Pers menyatakan ada kurang lebih 2000 media online di Indonesia. Dari jumlah itu, hanya 211 yang telah terverifikasi oleh Dewan Pers sebagai perusahaan media yang layak.
Memang, sebagian media online telah taat aturan mengenai ralat dan permintaan maaf. Namun, siapa yang berani menjamin ratusan atau bahkan ribuan media online yang lain melakukan hal yang sama?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.