Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompensasi bagi Korban Kejahatan Seksual Terganjal Peraturan Pemerintah

Kompas.com - 30/05/2016, 17:44 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Upaya pemberian kompensasi dari negara kepada korban tindak pidana kekerasan seksual hingga saat ini masih terganjal oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2008.

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa dalam Rapat Kerja Gabungan di Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/5/2016).

"Kompensasi korban memang menjadi domainnya Kementerian Sosial (Kemensos), tapi kan kami juga belum bisa melakukan itu karena terhambat PP Nomor 44 Tahun 2008," ujar Khofifah.

Dia menyatakan, kompensasi untuk korban kekerasan seksual memang diperlukan. Hal itu pastinya berguna untuk biaya konsultasi dan terapi pemulihan jiwa.

"Pastinya dari segi jumlah memang tidak menjamin untuk mencukupi kebutuhan hidup korban sepenuhnya, tetapi setidaknya kompensasi bisa digunakan untuk biaya konsultasi, itu juga yang akan kami proses," tutur Khofifah.

(Baca: Pemerintah Harus Berikan Restitusi kepada Korban Kekerasan Seksual)

Hingga saat ini, PP Nomor 44 Tahun 2008 memang hanya mengakomodasi pemberian kompensasi kepada korban tindak pidana terorisme dan pelanggaran HAM berat. Praktis kekerasan seksual pun tak termasuk ke dalamnya.

Sebagaimana yang disampaikan anggota Komisi VIII DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) Maman Imanulhaq dalam rapat kerja ersebut, setidaknya negara harus memberikan kompensasi kepada korban kekerasan seksual. Hal itu dinilai sebagai kompensasi atas kelalaian negara menjaga keamanan warganya.

Rencananya, ide kompensasi terhadap korban kekerasan seksual tersebut juga akan dimasukkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual yang sudah masuk daftar prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016.

(Baca: Menkumham Anggap Perlindungan Korban Kejahatan Seksual Kurang Mendesak)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Perppu ini memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara, dan minimal 10 tahun penjara.

Perppu ini juga mengatur tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik. Namun, oleh sebagian kalangan, Perppu ini dinilai tak efektif untuk menekan terjadinya tindak kekerasan seksual di Indonesia.

Perppu ini dianggap tidak bisa menjamin pelaku benar-benar berhenti melakukan tindak kejahatan seksual. Selain itu, Perppu ini juga tidak mempertimbangkan aspek rehabilitasi bagi korban.

Kompas TV Presiden Sahkan Perppu Kebiri
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

Nasional
Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Nasional
Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Nasional
Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Nasional
Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Nasional
WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

Nasional
Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Nasional
Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com