Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA Diminta Transparan dan Akuntabel Seleksi Hakim Tipikor

Kompas.com - 25/05/2016, 17:31 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP), Liza Farihah meminta Mahkamah Agung (MA) membuat perbaikan dalam proses perekrutan calon hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) guna memperkuat integritas hakim.

Menurut Liza, kasus dugaan suap yang menjerat 2 hakim tipikor Bengkulu menunjukkan sistem seleksi atau perekrutan perlu dibenahi.

Liza menjelaskan, saat melakukan proses perekrutan, sebaiknya MA mempublikasikan profil kompetensi yang dibutuhkan untuk menjadi hakim tipikor.

Setelah banyak calon yang mendaftar, maka kompetensi dan rekam jejak dari calon yang mendaftar harus diberitahukan kepada publik.

(baca: MA Berhentikan Sementara Dua Hakim dan Panitera Bengkulu)

Ia menegaskan bahwa proses rekrutmen dan seleksi oleh MA harus dilakukan secara transparan dan akuntabel agar masyarakat juga bisa ikut mengawasi bagaimana kompetensi seseorang yang akan menjadi hakim tipikor.

"MA harus mempublikasikan profil kompetensi. Dari awal harus jelas profil kompetensi yang dicari seperti apa. Begitu juga dengan kompetensi orang yang mendaftar. Kemudian proses rekrutmennya juga harus transparan dan akuntabel," ujar Liza saat dihubungi Kompas.com, Rabu (25/5/2016).

Liza juga menekankan pentingnya MA melakukan pembinaan secara berkala dan komprehensif ketika hakim tipikor sudah terpilih. Hal tersebut, kata Liza, menjadi salah satu solusi untuk menghadapi persoalan proses seleksi yang kurang baik.

(baca: Ini Kronologi Operasi Tangkap Tangan Hakim Tipikor di Bengkulu)

"Jika bicara soal rekrutmen MA juga harus memperhatikan soal pembinaan. Karena rekrutmen yang kurang baik bisa diselesaikan dengan pembinaan. Misalnya diberi diklat yang berkala dalam meningkatkan intergritas dan kualitas hakim tipikor," ungkap Liza.

Ia menambahkan, mulai dari awal proses rekrutmen, MA dinilai tidak banyak mendapatkan hakim-hakim terbaik dalam hal pemberantasan korupsi.

Menurut dia, banyak calon hakim tipikor yang mendaftar tidak semuanya bisa memenuhi standar yang telah ditentukan.

(Baca: Suap Hakim di Bengkulu Terkait Kasus Korupsi di RSUD M Yunus)

"MA sendiri membutuhkan puluhan hakim tipikor dan standarnya jelas. Namun, sayangnya orang-orang yang mendaftar tidak semuanya bisa memenuhi standar yang ditentukan," katanya.

Liza menjelaskan, selain soal integritas, seorang hakim tipikor juga harus memenuhi standar kualitas. Sejauh pengamatannya, beberapa orang yang mendaftar sebagai hakim tipikor bermasalah dari segi kualitasnya.

Kualitas yang baik yang dimaksud Liza adalah soal penguasaan hukum acara maupun materiil dan pemahaman tentang tindak pidana korupsi itu sendiri.

"Mereka paham tapi tidak bisa terlalu mendalam. Tidak bisa memenuhi standar yang ditetapkan. Tipikor kan tindak pidana khusus. Dalam seleksi seringkali sulit untuk mendapatkan hakim dengan kualitas dan keahlian khusus," kata Liza.

KPK sebelumnya menetapkan tersangka Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang bernama Janner Purba. Janner juga tercatat sebagai hakim tindak pidana korupsi Bengkulu.

(baca: Ini Kronologi Operasi Tangkap Tangan Hakim Tipikor di Bengkulu)

Tersangka lain adalah hakim tindak pidana korupsi ad hoc Toton, serta Panitera pengganti Badaruddin Amsori Bachsin alias Billly.

Janner dan Toton ditangkap setelah diduga menerima suap terkait perkara korupsi yang sedang ditangani oleh keduanya di Pengadilan Tipikor. Total uang yang disangka diterima Rp 650 juta.

Perkara yang dimaksud ialah kasus korupsi penyalahgunaan honor dewan pembina RSUD M Yunus di Bengkulu untuk tahun anggaran 2011.

Adapun dua orang terdakwa dalam kasus korupsi tersebut ialah Syafri dan Edi. Diduga, suap itu diberikan agar Syafri dan Edi divonis bebas. (Baca: Suap Hakim di Bengkulu Terkait Kasus Korupsi di RSUD M Yunus)

Selain tiga orang itu, KPK juga menjerat mantan Kepala Bagian Keuangan RS Muhammad Yunus Syafri Syafii, dan mantan Wakil Direktur Keuangan RS Muhammad Yunus Edi Santroni.

Kompas TV Hakim Ini Diduga Terima Suap Rp 650 Juta
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

Nasional
Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Nasional
Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Nasional
Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Nasional
Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Nasional
Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Nasional
[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

Nasional
Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com