JAKARTA, KOMPAS.com - Setara Institute mengecam tindakan perusakan Masjid Ahmadiyah di Kelurahan Purworejo, Kecamatan Ringin Arum, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Senin (23/5/2016) dini hari, oleh sekelompok orang tidak dikenal.
Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk tindak pidana terhadap kelompok minoritas yang didasari oleh pandangan diskriminatif.
"Setara Institute mengecam tindakan perusakan tersebut karena mendirikan tempat ibadah adalah hak konstitusional warga yang dijamin oleh UUD 1945," ujar Hendardi saat dihubungi Kompas.com, Senin (23/5/2016).
(Baca: Masjid Ahmadiyah di Kendal Dirusak Massa Tak Dikenal)
Hendardi menjelaskan, tindakan kekerasan yang berdasar pada pandangan diskriminatif terhadap minoritas muncul justru karena dipicu oleh kebijakan Pemerintah.
Ia menganggap, ada kebijakan Pemerintah yang dinilai tidak mampu melindungi minoritas dan malah menjadi pemicu terjadinya tindakan diskriminatif.
Menurut Hendardi, Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri dalam Negeri tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota dan/atau Pengurus JAI dan Warga Masyarakat, menjadi salah satu penyebab munculnya diskriminasi terhadap Ahmadiyah.
(Baca: Pengurus: Masjid Kami Sudah Ada IMB dan Sertifikat, tapi Kenapa Masih Dirusak?)
Salah satu ketetapan dalam SKB tersebut memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam, yaitu penyebaran paham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW.
"Diskriminasi terhadap Ahmadiyah juga diperkuat dengan adanya SKB Pembatasan Ahmadiyah yang terbit pada 2008," kata Hendardi.
(baca: Mabes Polri Instruksikan Perusakan Masjid Ahmadiyah di Kendal Diusut)
Selain itu, Hendardi menambahkan, jika mengacu pada SKB No.199 Tahun 2008, maka masjid-masjid yang sudah ada tidak boleh dirusak, karena yang dilarang dalam SKB tersebut adalah menyebarluaskan ajaran Ahmadiyah.
Sementara dalam kasus di Kendal, masjid Ahmadiyah telah berdiri sejak lama bahkan memiliki IMB sejak awal dibangun pada tahun 2003, jauh sebelum SKB dikeluarkan.
"Seingat saya kasus perusakan masjid Ahmadiyah ini adalah yang ke-114," pungkasnya.
Berkaca pada kasus-kasus intoleransi selama ini, Hendardi mendesak pemerintah mencabut SKB tersebut karena menjadi salah satu penyebab terjadinya tindakan diskriminatif.
"Sejak dulu kami selalu menyatakan SKB itu salah satu sumber masalah utama dan terus menuai korban, karena itu harus dicabut," ujar Hendardi.
Masjid Ahmadiyah di Kendal dirusak orang tak dikenal pada Senin dini hari. Menurut informasi pengurus masjid, tidak ada saksi yang melihat tindakan perusakan.
(baca: Sebelum Dirusak, Masjid Ahmadiyah Kendal Didatangi Lurah Melarang Pembangunan)
Sebab, sekitar masjid tersebut kebun dan cukup jauh dari permukiman warga. Selain itu, perusakan dilakukan saat semua warga tertidur.
Namun, sebelum perusakan, masjid didatangi lurah dan camat setempat. Sang Lurah meminta pembangunan masjid dihentikan dengan alasan ditolak warga.
Padahal, masjid tersebut telah mengantongi sertifikat dan izin mendirikan bangunan (IMB) sejak awal dibangun pada 2003.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.