Keenam, menerapkan Standard Operational Procedures (SOP) yang mampu mengantisipasi adanya serangan dan segera melakukan mitigasi setelah terjadi serangan, agar layanan publik tidak terganggu.
Ketujuh, menyediakan data backup secara independen, baik dengan system mirroring maupun redundancy yang setiap saat mampu melakukan backup data, sehingga saat sistem diserang dan datanya hilang, bisa segera di-restore kembali.
Kedelapan, menyediakan physical security system seperti: petugas keamanan, alarm, CCTV, pemadam kebakaran, access control card, dan biometric identification, pagar, lokasi yang bebas bencana banjir atau gempa bumi, dan menyediakan back up tenaga listrik yang selalu siap setiap aliran listrik terputus.
Ini perlu untuk mengantisipasi peretasan yang dilakukan secara fisik, setelah upaya peretasan secara logic gagal dilakukan, atau dilakukan secara simultan.
Kesembilan, menyediakan fasilitas boarding bagi petugas keamanan atau administrator web untuk berjaga jika terjadi terjadi kerusuhan atau bencana yang menyebabkan komunikasi dengan dunia luar terputus, dengan dukungan cadangan obat-obatan, makanan, air minum dan sanitasi yang memadai.
Ini juga perlu untuk mengantisipasi peretasan yang dilakukan secara simultan dengan serangan fisik pada area di luar data center.
Selain itu semua, Indonesia juga harus mencari akar dan esensi permasalahan lainnya. Toh, para peretas yang berhasil tertangkap dan menghadapi tuntutan hukum, masih menjadi anak-anak bangsa kita.
Paling sederhana dengan membalikkan posisi mereka ke arah positif karena kemampuan mumpuninya, justru sudah seharusnya yang menjadi target utama.
Misalnya, berkaca pada berbagai peristiwa peretasan di luar negeri sana, jasa para pelaku peretasan justru digunakan oleh perusahaan atau institusi yang telah mereka retas.
Caranya, bisa dengan mengadakan sayembara peretasan untuk melakukan pengujian sistem keamanan hingga mempekerjakan mereka, bukan hanya dijebloskan dalam penjara saja.
JIka ingin menunggang kuda liar memang sudah semestinya dijinakkan, tak ada yang membantah itu.
Untuk itu, revolusi pola pikir dari kita semua, belajar dari penyerangan dan peretasan situs di tanah air memang sudah waktunya mengikuti laju zaman yang tak bisa lagi dihalangi.
**
Anang Iskandar,
Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri