JAKARTA, KOMPAS.com — Penyidikan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta bisa jadi berbeda dari hasil penyelidikan etik yang dilakukan Kejaksaan Agung.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief.
Menurut dia, penyidikan terkait pidana yang dilakukan KPK tidak akan terpengaruh dengan hasil penyidikan etik yang dilakukan Kejaksaan Agung.
"Jadi bisa saja keputusan yang diambil Kejagung berbeda dengan apa yang diambil oleh KPK, tergantung pendalaman yang sedang kami lakukan," ujar Syarief di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (15/4/2016).
(Baca: Kejaksaan Tak Temukan Keterlibatan Kajati DKI dalam Kasus PT BA)
Sementara itu, terkait penyidikan yang sedang dilakukan, menurut Syarief, penyidik masih mendalami indikasi keterlibatan oknum di Kejati DKI yang diduga sebagai calon penerima suap.
"Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak lama, kita akan mendengar jawaban yang pas," kata Syarief.
Sebelumnya, Jaksa Agung M Prasetyo mengaku telah mempelajari hasil pemeriksaan tim klarifikasi pada Jaksa Agung Muda Pengawasan terkait operasi tangkap tangan pejabat BUMN PT Brantas Abipraya (BA) oleh KPK.
Menurut Prasetyo, dari hasil pemeriksaan, tidak ditemukan pelanggaran yang dilakukan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus Tomo Sitepu terkait kasus itu.
(Baca: Jamwas Sebut Kajati DKI Jakarta Kenal Perantara Suap di Kasus PT Brantas)
"Sejauh yang diklarifikasi dan diperiksa oleh Jamwas, tidak ada masalah apa-apa," ujar Prasetyo di Jakarta.
Prasetyo mengatakan, kalaupun ada oknum yang mencoba menyuap jaksa, Kajati DKI tidak mengetahui niatan itu.
Operasi tangkap tangan KPK sebelumnya menangkap tiga orang, dua di antaranya pejabat PT Brantas Abipraya.
Ketiganya adalah Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko, Senior Manager PT Brantas Abipraya Dandung Pamularno, dan seorang pihak swasta bernama Marudut.
(Baca: Perantara Suap PT Brantas Kenal dengan Kepala dan Aspidsus Kejati DKI)
Dari operasi itu, penyidik KPK menemukan uang sebesar 148.835 dollar AS atau senilai Rp 1,9 miliar. Namun, KPK belum bisa mengungkap kepada siapa uang suap itu akan diberikan.
Uang itu diduga akan diberikan kepada oknum di Kejati DKI Jakarta untuk menghentikan penyelidikan kasus korupsi yang ada di PT Brantas Abipraya.