Penunjukkan tersebut, kata Retno, merupakan upaya yang dilakukan Kemenlu agar pihak keluarga terus mendapatkan perkembangan terkini mengenai kondisi para sandera.
(Baca: Kemenlu Intensif Berkomunikasi dengan Keluarga Sandera Abu Sayyaf)
Selain itu, Menlu juga telah melakukan pertemuan dengan Presiden Filipina. Di tempat terpisah, Retno juga bertemu Menteri Luar Negeri Filipina dan Panglima Angkatan Bersenjata Filipina.
Dalam pertemuan tersebut, Menlu berupaya mengintensifkan komunikasi dan koordinasi terkait upaya pembebasan sandera, menekankan pentingnya keselamatan para sandera dan menyampaikan apresiasi atas kerja sama dengan Filipina.
Tolak Beri Tebusan
Kelompok Abu Sayyaf meminta tebusan 50 juta peso atau sekitar Rp 14,3 miliar. Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, pemerintah tak akan memberikan uang tebusan itu.
Dia mempersilakan jika pengusaha pemilik kapal yang disandera hendak membayar uang tebusan.
Namun, dia menegaskan, pemerintah tidak akan ikut campur dalam pemberian uang tebusan. (Baca: Jusuf Kalla: Pemerintah Tak Akan Fasilitasi Pemberian Uang ke Abu Sayyaf)
"Kalau pengusahanya tentu kami tidak bisa larang, tetapi pemerintah tidak memfasilitasi untuk itu," kata JK di Jakarta, Minggu (10/4/2016).
Retno Marsudi pun menegaskan bahwa pemerintah takkan terlibat terkait pembayaran uang tebusan tersebut.
"Secara prinsip, hal ini tidak boleh dilakukan oleh negara," ujarnya.
Perlu bersabar
Meski nasib 10 WNI terkatung-katung lebih dari dua minggu, namun pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana meminta agar masyarakat bersabar menunggu kerja pemerintah dalam upaya pembebasan tersebut.
Ia berharap pemerintah tidak takluk terhadap permintaan kelompok Abu Sayyaf.
"Sekali pemerintah takluk, kelompok lain bisa memanfaatkan situasi serupa," kata Hikmahanto.
Menurut dia, pihak Abu Sayyaf dapat melakukan memantau kepanikan warga Indonesia. Masyarakat diminta tak terlalu menekan pemerintah.
Ia menilai, penyandera justru akan senang bila masyarakat menekan pemerintah.
"Bila terus ditekan, pemerintah bisa kehilangan opsi. Pemerintah harus bekerja secara rahasia agar mereka tidak mengetahui pergerakan kita," jelas Hikmahanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.