JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya meminta pemerintah memetakan secara akurat kepada siapa akan bernegosiasi untuk membebaskan 10 warga negara Indonesia yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina.
"Karena Abu Sayyaf ini faksinya banyak sekali dan agendanya macam-macam. Kalau salah (negosiasi), hasilnya akan salah dan membahayakan jiwa," kata Tantowi di Kompleks Parlemen, Senin (11/4/2016).
Sudah dua pekan 10 WNI disandera kelompok Abu Sayyaf. Namun, hingga kini, belum diketahui kelompok mana yang menyanderanya.
Dalam tuntutannya, kelompok tersebut meminta tebusan sebesar 50 juta peso atau sekitar Rp 14,3 miliar untuk membebaskan tawanan. Selain itu, mereka juga memberikan batas waktu hingga 8 April 2016 untuk membayar tebusan tersebut.
(Baca: 10 WNI Tak Berada di Lokasi Kontak Senjata Tentara Filipina-Abu Sayyaf)
"Melihat waktunya, sempat kita bicara motifnya politik. Tetapi, kalau bicara yang ditangkap Indonesia dan Muslim, maka ini bukan politik. Jadi, mereka berupaya mendapatkan uang tebusan," ujar Tantowi.
Dalam pelaksanaannya, ia menambahkan, proses pembebasan sandera yang ditawan kelompok Abu Sayyaf bukanlah perkara yang mudah. Menurut informasi yang dia peroleh, bahkan ada pembebasan sandera yang mencapai waktu lebih dari dua bulan.
"Terlebih sekarang ada halangan dari militer setempat agar kita tidak melakukan operasi militer untuk membebaskan sandera," ujarnya.
(Baca: Jusuf Kalla: Pemerintah Tak Akan Fasilitasi Pemberian Uang ke Abu Sayyaf)
Menurut dia, Filipina sejak awal terkenal sulit memberikan akses kepada militer asing untuk melakukan operasi militer di wilayahnya, sekalipun untuk membebaskan sandera.
Sejauh ini, hanya Amerika Serikat yang baru berhasil membangun hubungan kerja sama militer dengan negara tersebut. Itu pun, kata dia, memerlukan segudang regulasi kerja sama yang disepakati bersama.