Sudah seharusnya
Sikap batin seseorang senantiasa berubah. Apa yang diputuskan suatu ketika dapat saja akan berubah pada waktu lain. Jiwa manusia itu hidup, senantiasa dinamis.
Dengan demikian, penerapan hukum pun mengikuti perubahan dalam perkembangan jiwa terpidana. Perubahan sikap batin tertentu setelah tindak pidana seyogianya punya pengaruh dalam hukum.
Orang yang melakukan tindak pidana berat dan dijatuhi hukuman berat sewaktu-waktu dapat berubah seiring dengan perubahan sikap pelaku. Itulah yang kemudian ditangkap perancang KUHP dengan memperkenalkan konsep moderasi, tepatnya modifikasi hukuman mati.
Modifikasi mengandung makna perubahan atau pengubahan. Artinya, atas hukuman mati yang telah dijatuhkan dapat dilakukan perubahan atau pengubahan menjadi jenis pidana yang lain, seperti pidana seumur hidup atau pidana untuk waktu tertentu, maksimum 20 tahun.
Modifikasi hukuman mati membawa perubahan dalam sistem (administrasi) peradilan pidana. Aparat eksekusi pidana, seperti petugas lembaga pemasyarakatan, harus mengetahui dengan persis perubahan sikap warga binaan (narapidana) karena mereka yang secara terus-menerus berhubungan langsung dengan terpidana.
Begitu juga fungsi hakim pengawas dan pengamat akan efektif. Tak ada informasi yang menunjukkan bahwa putusan pengadilan yang telah dijatuhkan, terutama dalam hukuman mati, dilakukan pengawasan dan pengamatan oleh hakim.
Perubahan itu hanya terjadi apabila dikabulkannya permohonan grasi oleh presiden atau akibat diterimanya argumentasi melalui upaya hukum banding atau kasasi yang diajukan terpidana.
Meskipun kita tak serta-merta menghapuskan hukuman mati dalam hukum positif, perlu juga dilakukan modifikasi sebagai cara melaksanakan/eksekusi hukuman mati.
Saat ini ada ketentuan dalam UU No 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Eksekusi Hukuman Mati oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer perlu ditinjau ulang.
Hukuman mati yang dilaksanakan dengan cara ditembak telah menimbulkan efek dramatisasi tertentu, bahkan membutuhkan biaya besar. Dari sudut efisiensi, eksekusi itu tak sejalan dengan prinsip peradilan cepat, sederhana, dan berbiaya ringan.