Menurut Umar, di masa kepemimpinan Abdurajak, Abu Sayyaf mendapat pasokan dana dari Al Qaeda untuk pemenuhan logistik perang.
Namun, setelah ketiadaan Abdurajak, bantuan itu menghilang. Pembajakan dan penyanderaan dipertahankan oleh amir (pimpinan) Abu Sayyaf selanjutnya, seperti Albader (2006-2010) dan Radullan Sahiron (2010-kini).
Abu Sayyaf terdiri dari beberapa majmu'ah (kelompok) yang memiliki kebijakan tersendiri. Meskipun Radullan menjadi pimpinan secara umum, setiap kelompok memiliki pemimpin, salah satunya Al-Habsi dan Jim.
"Penyanderaan itu murni untuk memenuhi kebutuhan logistik setiap kelompok, seperti membeli senjata dan amunisi. Mereka memiliki selera tinggi untuk senjata, sebab hanya ingin senjata buatan Amerika Serikat dan menolak (senjata) buatan Filipina," katanya.
Dilema
Ia menyatakan, upaya pembebasan sandera selalu menyebabkan dilema bagi keluarga korban dan pemerintah.
Korban ingin tebusan diberikan dengan alasan keselamatan, sedangkan pemerintah sebuah negara pasti ingin menjaga harga diri bangsa sehingga menyiapkan serangan militer.
Serangan militer, lanjutnya, justru akan menjadi bumerang. Umar mengungkapkan, Abu Sayyaf akan membawa serta semua sandera ketika bergerilya menghindari serangan militer.
Hal itu, lanjutnya, menyebabkan sandera akan berisiko menjadi korban serangan militer.
Umar mencontohkan, tiga sandera anggota ICRC, yaitu Lacaba, Andreas Notter, dan Eugenio Vagni, dibawa Albader dan kelompoknya bergerilya sebelum dibebaskan setelah Abu Sayyaf menerima tebusan atas Notter dan Vagni.
Namun, kalau pemerintah tidak tegas bernegosiasi, Abu Sayyaf juga bisa membunuh sanderanya.
"Jangan sampai ada derai air mata dari keluarga korban, keluarga tentara kita, dan negara ini," ujar Umar. (MUHAMMAD IKSAN MAHAR)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.