JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai penegakan etika Dewan Perwakilan Rakyat masih lemah.
Padahal, kode etik DPR disusun dan diberlakukan untuk menjaga martabat serta kehormatan DPR.
Salah satu contoh yang kerap disoroti publik adalah terkait kedisiplinan anggota DPR dalam menghadiri rapat.
"Misalnya di tingkat kehadiran anggota DPR, jika dirata-rata tidak mencapai 60 persen," kata Peneliti Formappi Bidang Sarana dan Prasarana, I Made Leo Wiratma di Kantor Formappi, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (7/4/2016).
Made memaparkan, hal tersebut terjadi baik di rapat paripurna maupun rapat komisi.
Catatan Formappi, dari tujuh kali rapat paripurna yang digelar sepanjang masa sidang III tahun sidang 2015-2016, tingkat kehadiran tertinggi anggota DPR adalah pada rapat paripurna ke-18 pada 2 Februari 2016.
Saat itu, jumlah kehadiran anggota 63,39 persen.
Sementara jumlah kehadiran terendah adalah pada rapat paripurna ke-19 pada 23 Februari 2016, yaitu sebesar 50,53 persen.
Ada pun tingkat kehadiran anggota fraksi dalam rapat-rapat komisi paling tinggi adalah Fraksi Nasdem, yaitu 63 persen dan yang terendah adalah Fraksi PDI Perjuangan dengan 42 persen.
"Jika dirata-rata, maka tingkat kehadiran anggota dalam rapat komisi adalah sebesar 54,6 persen," kata Made.
Selain itu, dari tujuh pelanggaran etik yang tercatat, hanya satu perkara yang telah diputus oleh Mahkamah Kehormatan Dewan dan satu perkara diputuskan untuk tidak dilanjutkan karena pelapor mencabut laporannya.
Sementara lima perkara lainnya tidak diperkarakan, baik oleh masyarakat maupun inisiatif dari MKD dengan menggunakan jalur perkara tanpa aduan.
"Kita sesalkan MKD tidak bekerja dengan baik," ujarnya.
Lemahnya penegakan etika anggota DPR oleh MKD, lanjut dia, diperburuk dengan lemahnya pengawasan dan evaluasi dari fraksi sebagai perpanjangan tangan partai politik terhadap anggota-anggotanya.
Fraksi maupun partai politik dianggap kerap tak memiliki sikap yang tegas terhadap anggota-anggota DPR yang melakukan pelanggaran etik.
Lemahnya kerja MKD serta pengawasan dan evaluasi fraksi menurutnya menjadi indikasi adanya pembiaran terhadap pelanggaran etik.
"Jika pembiaran-pembiaran tersebut diteruskan, maka pasa akhirnya akan melengkapi lemahnya kinerja DPR secara menyeluruh dan berpotensi kian memperburuk citra DPR," ucap Made.
Sementara itu, peneliti Formappi bidang Etika dan Perilaku, Veronica Santi menjelaskan, dengan banyaknya anggota DPR yang tidak menghadiri rapat, maka akan berpengaruh terhadap penyerapan aspirasi.
"Setelah dia susah susah melakukan serap aspirasi, terus diapakan aspirasinya? Mau diperjuangkan dengan cara apa dan dimana? Ya tentunya di rapat," kata Veronica.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.