Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keganjilan Kasus Siyono, Larangan Otopsi Hingga Pria Misterius Bernama Nurlan

Kompas.com - 06/04/2016, 06:06 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komnas HAM Siane Indriani mengungkapkan sejumlah keganjilan kasus kematian terduga teroris Siyono. Masyarakat yang menolak agar jenazah Siyono tak diotopsi menjadi salah satunya.

Padahal, saat ditelusuri Komnas HAM, sebagian besar masyarakat justru tak ada yang menolak otopsi tersebut dilakukan.

"Sebagian besar masyarakat yang kita datangi tidak ada yang keberatan. Hanya di antaranya mereka menyatakan takut untuk bicara," kata Siane saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (5/5/2016) .

Belakangan diketahui, bahwa pada hari sebelum pembongkaran makam Siyono, Kepala Desa mengumpulkan sejumlah warga untuk melakukan rapat. Tokoh-tokoh masyarakat pun turut hadir di sana.

(Baca: Polisi Sebut Ada Kelompok Pro Teroris yang Membela Siyono)

Siane menyebutkan, dalam pertemuan tersebut, Kades, para tokoh masyarakat, dan masyarakat yang menolak otopsi. Seluruhnya kemudian menandatangani kesepakatan bersama yang menyatakan penolakkan otopsi.

"Kalau pun terpaksa harus (otopsi), harus dilakukan di luar desa dan tidak boleh dimakamkan di sana. Kemudian keluarganya juga harus keluar dari desa," kata Siane.

Keanehan lain, kata Siane, adalah ketika jenazah Siyono hendak dibawa ke Jakarta, pihak keluarga harus menunggu seseorang bernama Nurlan. Nurlan disebut sebagai pria yang akan mengurus semua keperluan jenazah dan mengawasi seluruh proses pemakaman.

(Baca: Hasil Visum Lengkap, Polri Anggap Jenazah Siyono Tak Perlu Diotopsi)

Saat tiba di rumah, Nurlan mengatakan jenazah Siyono tak boleh diganti kain kafannya. Padahal, pihak keluarga menyatakan keinginan mereka agar Siyono dibalut dengan kain kafan keluarga.

"Kemudian diganti, tapi cara gantinya sangat hati-hati. Pada bagian dada dan perut tidak boleh dibuka. Cepat-cepatan dan pak Nurlan ini mencoba menghalang-halangi yang mau lihat," ujar Siane.

Istri Siyono, Suratmi, juga menerima berbagai ancaman serius yang dilakukan secara psikis. Untuk itulah, Komnas HAM mencoba menghubungi PP Muhammadiyah untuk bekerja sama menangani kasus ini. 

Siane mengatakan, yang dikhawatirkan adalah kondisi keselamatan Ratmi sehari-hari. Ratmi, kata Siane, bahkan sempat harus pindah-pindah rumah.

(Baca: Busyro: Otopsi Ulang Siyono Hanya untuk Mencari Keadilan dan Kebenaran)

"Pernah suatu hari dia hubungi saya, 'bu, di depan rumah saya ada mobil beberapa orang'," ujar Siane menirukan kata Ratmi.

Ratmi pun sempat diberikan sejumlah uang agar otopsi suaminya tak dilakukan. Namun, uang itu akhirnya ia berikan kepada Busyro Muqodas, Ketua Bidang Hukum dan HAM PP Muhammadiyah.

Siane menyebutkan, pihaknya juga pernah menanyai Ratmi beberapa pertanyaan. Salah satunya adalah apakah Siyono memiliki keahlian bela diri. Namun, Ratmi menjawab tidak.

(Baca: Siyono, Terduga Teroris Asal Klaten Dikabarkan Meninggal di Jakarta)

Jawaban tersebut  amat penting untuk mengungkap apakah dalam penangkapan yang dilakulan Densus 88 ada perlawanan yang diberikan Siyono.

Tim dokter forensik dari Muhammadiyah juga mengungkapkan keanehan lain, yaitu fakta bahwa jenazah Siyono belum pernah diotopsi sebelumnya.

"Lagipula kalau memang sudah ada bukti otopsi, kenapa tidak disampaikan kepada keluarga? Cara-cara yang dilakukan, mengintimidasi, membuat kita semakin curiga," imbuh dia.

Kompas TV Hasil Otopsi Siyono Diketahui 10 Hari Lagi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com