Mendapat Perlawanan
Sebagai salah satu pendiri PKS 18 tahun silam, Fahri akan melawan. Ia akan mengajukan gugatan ke pengadilan, sehingga membuat proses pemecatannya sebagai kader PKS dan Wakil Ketua DPR dalam kondisi status quo.
Menurut dia, sejak menjadi kader PKS, tidak pernah ada satu pun kesalahan fatal yang telah ia perbuat.
Ia pun mencontohkan adanya kasus perbuatan tidak senonoh yang dilakukan anggota Fraksi PKS. Anggota tersebut kedapatan menonton video porno, namun hingga kini tidak dipecat dari PKS.
Selain itu, ia menyebut, ada kader yang atas perbuatannya membuat PKS cukup kesulitan jelang Pemilu 2014 lalu. Saat itu, ia mengaku, membela PKS habis-habisan. Akan tetapi, kader tersebut juga tidak dipecat.
"Saya tidak pernah berbuat tidak senonoh, mencuri atau korupsi, melanggar hukum dan etika," kata dia.
"Kalau kata-kata itu persoalan gaya. Tapi, kalau gaya harus jadi pasal dalam hukum, sadarlah bahwa kita kembali ke jaman kegelapan," lanjut Fahri.
Namun, DPP PKS menegaskan, siap memberikan perlawanan balik terhadap Fahri. Menurut Ketua Departemen Hukum DPP PKS Zainudin Paru, pihaknya kini tinggal menunggu gugatan yang akan diajukan Fahri ke pengadilan.
"Intinya DPP PKS sudah siap untuk menghadapi gugatan hukum yang akan dilakukan. Demikian juga kami sudah punya jawaban tentang konteks apa yang akan diajukan saudara Fahri Hamzah di pengadilan," tegas Zainudin di Kantor DPP PKS.
Pengganti Fahri
Di lain pihak, Ketua Bidang Humas DPP PKS Dedi Supriadi mengatakan, hingga kini DPP PKS belum melayangkan surat ke DPR untuk mengajukan pergantian Fahri sebagai Wakil Ketua DPR.
Menurut dia, DPP memiliki waktu 7x24 jam untuk menunjuk siapa pengganti Fahri. Namun, Dedi enggan mengungkapkan siapa yang nantinya akan menduduki kursi Wakil Ketua DPR itu.
Sedangkan, untuk pergantian jabatan Fahri sebagai anggota DPR, PKS menyerahkan sepenuhnya kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebab, KPU lah yang memiliki data siapa yang meraih suara terbanyak kedua setelah Fahri dari Daerah Pemilihan Nusa Tenggara Barat.
"Karena kalau berdasarkan hitungan kami, bisa saja berbeda dengan hitungan KPU. Dan tentu nanti DPR akan meminta kepada KPU," ujar Dedi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.