Anggaran itu tidak hanya untuk KPU dan Bawaslu, tetapi termasuk biaya pengamanan untuk TNI dan kepolisian.
"Jadi tidak tepat jika pemerintah mengatakan APBN bakal terbebani jika dipakai untuk membiayai pilkada," kata Yenny.
Untuk Pilkada 2017, kebutuhan anggaran seharusnya bisa dipenuhi APBN. Jika pada Pilkada 2015 yang digelar di 269 daerah menghabiskan anggaran sekitar Rp 8,1 triliun, pada 2017 anggaran pilkada tidak akan sebanyak itu. Sebab, pilkada tahun depan hanya digelar di 101 daerah.
Memasukkan kebutuhan anggaran Pilkada 2017 ke APBN Tahun 2016 pun dinilai oleh Yenny tidak sulit, bisa melalui perubahan APBN 2016.
Dengan mengambil anggaran dari APBN, daerah yang fiskalnya terbatas juga bisa tertolong. Daerah bisa menggunakan anggaran untuk membiayai pilkada untuk belanja publik.
Selama ini, menurut kajian FITRA, daerah terpaksa mengorbankan belanja publik, seperti untuk kesehatan dan infrastruktur, guna kepentingan pilkada.
Dengan dana pilkada dari APBN, independensi KPU dan Bawaslu akan lebih terjamin. Penyelenggara dan pengawas pilkada tak akan bergantung pada kepala daerah dan DPRD sebagai penentu anggaran.
Ketergantungan itu membuat posisi tawar KPU dan Bawaslu dalam pilkada menjadi lemah, bahkan kerap tersandera oleh kepentingan kepala daerah dan DPRD.
Dengan dana dari APBN pula, besaran anggaran pilkada di setiap daerah bisa terkontrol, bahkan berpeluang lebih hemat.
Ini sesuai hasil kajian Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) di 139 kabupaten/kota yang menggelar pilkada 2015, besaran dana pilkada tak terkontrol, bahkan tak masuk akal.
Di Kota Bontang yang jumlah pemilihnya 119.244 orang dan luas wilayah 49.757 hektar, misalnya, anggaran pilkada senilai Rp 22 miliar.
Anggaran ini tak berbeda jauh dengan Kabupaten Cianjur, yaitu sebesar Rp 25 miliar, yang jumlah pemilihnya lebih banyak mencapai 1.702.365, dan wilayahnya 361.435 hektar.
"Mengapa jumlah dan biaya yang dikeluarkan daerah variatif dan tidak terukur? Itu karena besaran anggaran bergantung pada kebaikan hati kepala daerah masing-masing. Yang petahananya maju biasanya anggarannya besar," kata anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P, Arif Wibowo.