Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyambut baik penundaan pembahasan revisi UU KPK.
Ia menyarankan agar revisi tersebut sebaiknya dilakukan saat indeks korupsi Indonesia sudah lebih baik.
"Kalau Bapak Presiden sudah menunda, harapan kami di DPR juga menunda sampai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) mencapai 50," kata Agus.
Menurut Agus, keputusan Presiden menunda revisi UU KPK adalah respons terhadap masukan dan saran yang disampaikan Pimpinan KPK dalam pertemuan di Istana Merdeka, pada Senin pagi.
Pimpinan KPK tidak meminta Presiden membatalkan rencana revisi undang-undang karena menyadari bahwa UU KPK belum sempurna.
Untuk itu, para Pimpinan KPK hanya meminta agar revisi tidak memuat substansi yang justru menghambat kerja KPK dalam pemberantasan korupsi.
Misalnya, pengaturan soal penyadapan dan pembentukan dewan pengawas dengan kewenangan menentukan izin penyadapan.
"Kita beri masukan sebaiknya yang direvisi jangan yang itu. Jadi, kalau tidak sama sekali itu juga tidak benar," ucap Agus.
Kini, pemerintah dan DPR dapat memanfaatkan waktu untuk mensosialisasikan substansi revisi UU KPK.
Yakinkan publik bahwa revisi UU KPK tidak akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi dan tidak ada "barter" kepentingan di dalamnya.
Jika niatnya menyempurnakan undang-undang untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi, maka tidak perlu ada lagi akselerasi di belakang layar.
Pemerintah dan DPR harus lebih terbuka. Indonesia masih darurat korupsi, maka jangan salahkan publik jika menyoroti semua kebijakan yang terindikasi melemahkan KPK.
Pemerintah dan DPR jangan lagi menjual "lagu lama" yang bisa menjadi bom waktu dan memicu kegaduhan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.