Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Posisi Tawar Rakyat dan Oligarki

Kompas.com - 20/02/2016, 14:55 WIB

Oleh: Ani Soetjipto

Harian Kompas , pada 11, 12, dan 13 Januari 2016 menyajikan ulasan tentang pemilihan kepala daerah serentak  yang berlangsung 9 Desember 2015. 

Dalam ulasannya, Kompas menyatakan terjadinya perubahan pola kepemimpinan di daerah  dengan kecenderungan peningkatan pemimpin usia muda  dan berjenis kelamin perempuan. 

Kompas juga mencatat terjadinya pergeseran ke arah "kedewasaan" dan  kematangan dari pemilih yang menginginkan adanya perubahan dari situasi yang mereka hadapi pada hari ini. 

Masyarakat memberikan sinyal bahwa mereka menunggu pemimpin merakyat, mampu bekerja cepat,  dan kerinduan itu semakin didorong karena adanya contoh kepala daerah yang  dapat membawa perubahan di daerahnya.

Fenomena tersebut menjelaskan mengapa banyak kandidat petahana yang kalah atau tidak dipilih dalam pemilihan kepala daerah serentak.

Masyarakat mengalami kejenuhan atas prestasi yang biasa-biasa saja dan menginginkan perubahan yang lebih nyata.

Pilkada dan demokrasi

Referensi tentang pemilu dalam konteks demokrasi biasanya berargumen bahwa pemilu adalah ajang  penting untuk terpilihnya pemimpin lewat prosedur demokrasi yang dilakukan dengan cara-cara yang akuntabel. 

Lensa pandang seperti ini memandang bahwa pemimpin yang terpilih telah melalui cara dan jalan demokratis karena mereka harus meyakinkan pemilih mengapa mereka harus dipilih dengan tawaran program dan janji yang akan membuat pemilih tertarik untuk memilih atau tidak akan memilih mereka.

Cara pandang ini hanya melihat rakyat pemilih sebagai penonton pasif, seperti kontes atau pertandingan.

Siapa pun yang memenangi pemilihan, kebijakan yang diambil tak akan ada urusannya dengan kehidupan rakyat karena pemimpin sesungguhnya mewakili partai pengusungnya.

Ketika pemilih dipandang sebagai penonton pasif, maka pilkada menjadi ajang sirkulasi elite yang berputar di kalangan  kelompok terbatas. 

Sentralisasi kekuasaan kepada kelompok kecil, seperti itu sering disebut sebagai oligarki. Oligarki bentuknya bisa beragam. Di Indonesia, oligarki bernuansa kekerabatan dan  kelompok bisnis masih mendominasi wajah pemimpin baru hasil Pilkada 2015.

Persoalan lain dalam pilkada adalah  politik uang. Pemilih tidak akan merasakan kemenangan atau kekalahan karena sesungguhnya yang merasakan kemenangan atau kekalahan adalah sponsor yang berada di belakang layar, yaitu para penyandang dana dan kelompok yang memiliki kekuatan finansial  yang mensponsori para kandidat.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian II-Habis)

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian II-Habis)

Nasional
[POPULER NASIONAL] Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P di Jakarta | KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

[POPULER NASIONAL] Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P di Jakarta | KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

Nasional
Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian I)

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian I)

Nasional
Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem 'Back Up' Data Cepat

Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem "Back Up" Data Cepat

Nasional
Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

Nasional
4 Bandar Judi 'Online' Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

4 Bandar Judi "Online" Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

Nasional
Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

Nasional
Imigrasi Ancam Deportasi 103 WNA yang Ditangkap karena Kejahatan Siber di Bali

Imigrasi Ancam Deportasi 103 WNA yang Ditangkap karena Kejahatan Siber di Bali

Nasional
Imigrasi Akui Sudah Surati Kominfo untuk 'Back Up' Data Sejak April, tapi Tak Direspons

Imigrasi Akui Sudah Surati Kominfo untuk "Back Up" Data Sejak April, tapi Tak Direspons

Nasional
Disebut Tamak, SYL Klaim Selalu Minta Anak Buah Ikuti Aturan

Disebut Tamak, SYL Klaim Selalu Minta Anak Buah Ikuti Aturan

Nasional
Bantah Hasto Menghilang Usai Diperiksa KPK, Adian Pastikan Masih Berada di Jakarta

Bantah Hasto Menghilang Usai Diperiksa KPK, Adian Pastikan Masih Berada di Jakarta

Nasional
Dirjen Imigrasi Enggan Salahkan Siapapun Soal Peretasan: Sesama Bus Kota Enggak Boleh Saling Menyalip

Dirjen Imigrasi Enggan Salahkan Siapapun Soal Peretasan: Sesama Bus Kota Enggak Boleh Saling Menyalip

Nasional
Adian Sebut PDI-P Siap jika Jokowi 'Cawe-cawe' di Pilkada 2024

Adian Sebut PDI-P Siap jika Jokowi "Cawe-cawe" di Pilkada 2024

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Kembalikan Uang Rp 600 Juta

KPK Sebut Keluarga SYL Kembalikan Uang Rp 600 Juta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com