JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua DPP PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno mengakui, pemerintah saat ini terbelah dalam menyikapi revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kelompok yang disebutnya sebagai pihak formal, yakni Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, mendukung revisi ini.
(Baca: Jusuf Kalla: Kenapa Harus Khawatir kalau KPK Ada Pengawasnya?)
Sementara itu, ada pula pihak yang disebutnya informal, yakni Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki dan Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi, yang menolak revisi.
"Tetapi, mereka itu untuk second opinion saja, yang secara formal bolak-balik ke DPR untuk membahas revisi UU KPK ini kan Menkumham. Apa Menkumham bolak-balik ke sini hanya mewakili diri sendiri?" ucap Hendrawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/2/2016).
Hendrawan meminta Jokowi untuk lebih mendengarkan masukan dari kelompok formal. Sebab, kerja mereka berkaitan langsung dengan revisi UU KPK yang saat ini sedang bergulir di DPR. (Baca: Johan Budi: KPK Tidak Perlu Kewenangan Terbitkan SP 3)
"Presiden lebih percaya mana, kelembagaan resmi atau dukun? Kalau kita misalnya mau menikah, menerima nasihat orangtua atau pembisik?" ucap Hendrawan.
Luhut sebelumnya menilai draf revisi UU KPK yang ada saat ini sudah cukup baik. Ia menganggap revisi itu untuk penguatan KPK. (Baca: Luhut Dukung Draf Revisi UU KPK)
Sebaliknya, Johan yang merupakan mantan pimpinan KPK menilai bahwa pelemahan KPK akan terjadi jika dalam revisi diselipkan pasal yang membatasi masa tugas KPK, menghapus kewenangan penuntutan, dan diaturnya mekanisme penyadapan dengan izin pengadilan.
(Baca: Jokowi Cermati Gelombang Penolakan Revisi UU KPK)
Rapat paripurna pengambilan keputusan dilanjutkan atau tidaknya pembahasan revisi UU KPK sedianya digelar hari ini.
Namun, rapat paripurna itu ditunda hingga Selasa (23/2/2016). PDI-P menjadi motor pengusul revisi UU KPK ini dan didukung oleh enam fraksi lain.
Sementara itu, yang menolak hanya tiga fraksi, yakni Gerindra, Demokrat, dan PKS.
Setidaknya, ada empat poin yang ingin dibahas dalam revisi, yakni pembatasan kewenangan penyadapan, pembentukan dewan pengawas, kewenangan KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP 3), serta kewenangan rekrutmen penyelidik dan penyidik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.