Hal ini tidak hanya terlihat dari dualisme yang terjadi di tubuh Golkar, tetapi juga Partai Persatuan Pembangunan.
Sehari setelah dilantik pada 29 Oktober 2014, Menkumham langsung tancap gas mengesahkan PPP hasil Muktamar di Surabaya 15-17 Oktober yang menunjuk Romahurmuziy (Romy) sebagai ketua umum.
Kubu Romy saat itu telah menyatakan dukungannya kepada pemerintah dengan keluar dari Koalisi Merah Putih untuk bergabung dengan Koalisi Indonesia Hebat.
Bahkan salah satu elitenya, yakni Lukman Hakim Saifuddin, sudah ditunjuk sebagai Menteri Agama.
"Kami selesaikan sepanjang sudah ketentuannya begitu, kami selesaikan. Jangan kita biarkan masalah berlarut-larut," kata Yasonna.
Dia pun menyatakan tak merasa perlu menunggu hingga kepengurusan PPP kubu Suryadharma Ali menggelar Muktamar di Jakarta pada 30 Oktober 2014.
Yasonna tak memungkiri bakal ada ketidakpuasan dari kubu Suryadharma atas keputusan ini. Dia menyarankan kubu Suryadharma menempuh jalur hukum lewat pengadilan tata usaha negara bila hendak mempersoalkan keputusan kementeriannya.
"Pasti ada yang tidak puas. Selalu begitu. Dulu PKB juga begitu, banyak partai begitu. Jangan biarkan ini sampai berlarut-larut," ujarnya.
Sebaliknya, Menkumham tak terburu-buru mengeluarkan SK pengesahan saat Golkar di bawah kepemimpinan Aburizal Bakrie yang berada di KMP terlebih dulu menggelar munas di Bali pada 30 November-4 Desember 2014.
Menkumham menunggu hingga kubu Agung Laksono menggelar munas pada 6-8 Desember 2014 di Ancol, Jakarta.
Pengesahan terhadap kubu Agung baru keluar pada 23 Maret 2015, setelah Menkumham mempertimbangkan putusan yang diambil oleh Mahkamah Partai Golkar.
Agung juga sebelumnya sudah membawa Golkar ke KMP dan menyatakan dukungan kepada pemerintah.
Realitas politik
Bendahara Umum Partai Golkar hasil Munas Bali Bambang Soesatyo mengatakan, sebenarnya Partai Golkar hasil Munas Bali sah dari sisi penyelenggaraan maupun gugatan hukum yang tengah berjalan.
Aburizal tak perlu melakukan manuver dengan mendukung pemerintah dan menggelar munaslub.