3. Kejutan "Reshuffle"
Belum setahun Jokowi memimpin Kabinet Kerja, perombakan kabinet sudah dilakukan pada Agustus 2015. Kejutan terbesar muncul saat Jokowi mengganti tiga dari empat menteri koordinator.
Tedjo Edhy Purdijatno dicopot dari Menko Polhukam dan diganti Luhut Binsar Pandjaitan. Menko Perekonomian yang sebelumnya dijabat Sofyan Djalil diganti dengan Darmin Nasution. Adapun Rizal Ramli menggantikan Indroyono Soesilo sebagai Menko Kemaritiman.
(Baca: Presiden Copot Tiga Menko, Kalla Berharap Koordinasi Bisa Lebih Baik)
Hanya Puan Maharani yang tidak disentuh dan tetap menjabat sebagai Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. PDI-P menilai prestasi Puan jadi alasan dia tidak digeser sebagai menko.
(Baca: Menurut Yasonna, Puan Tak Di-"reshuffle" karena Berprestasi)
Kejutan besar lain adalah munculnya nama Thomas Lembong sebagai Menteri Perdagangan menggantikan Rachmat Gobel. Jokowi mengaku memilih Tom karena pemahaman terhadap mekanisme yang terjadi di pasar.
(Baca: Jokowi Ungkap Alasan Pilih Tom Lembong Jadi Mendag)
Reshuffle juga menghadirkan politisi senior PDI-P Pramono Anung sebagai Sekretaris Kabinet menggantikan Andi Widjajanto.
Selain itu, Sofyan Djalil bergeser dari Menko Perekonomian menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas menggantikan Andrinof Chaniago.
Presiden Jokowi membuat kebijakan yang dianggap bersejarah saat menunjuk sembilan perempuan sebagai Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kebijakan ini dianggap unik, apalagi dibuat di tengah isu pelemahan KPK dan konflik KPK vs Polri, yang dikenal dengan sebutan "Cicak vs Buaya Jilid II".
Perempuan-perempuan yang ditunjuk Jokowi pun bukan orang sembarangan, melainkan nama yang mumpuni di berbagai bidang. Ekonom Destry Damayanti ditunjuk sebagai ketua. Dosen Hukum Tata Negara UGM Eny Nurbaningsih ditunjuk sebagai wakil ketua.
Tokoh lain yang menjadi anggota, di antaranya adalah ahli hukum UI Harkristuti Harkrisnowo, ahli tata kelola pemerintahan Natalia Subagyo, Dosen FHUI Yenti Garnasih, dan petinggi IBM Indonesia Betti Alisjahbana.
(Baca profil 9 anggota Pansel KPK di tautan ini: Ini Profil Sembilan "Srikandi" Pansel KPK)
Namun, kinerja Pansel KPK ini tetap menuai kritik dari Komisi III. Mekanisme pemilihan calon dalam empat kriteria--yaitu pencegahan; penindakan; manajeman dan supervisi; serta koordinasi dan monitoring--dianggap aneh, karena pimpinan KPK harus menguasai keseluruhan.
(Baca: Rapat dengan Komisi III, Pansel KPK Dicecar soal Mekanisme Seleksi)
Dokumen yang diserahkan Pansel KPK sebelum fit and proper test di Komisi III juga dianggap jauh dari standar umum. Karena itu, anggota Komisi III Masinton Pasaribu menilai kinerja Sembilan Srikandi itu "seperti kegiatan ibu-ibu arisan".
(Baca: Masinton Nilai Kerja Pansel KPK seperti Ibu-ibu Arisan)