Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fahri Hamzah: Ada Perbedaan "Tone" Presiden dan Wapres soal Revisi UU KPK

Kompas.com - 02/12/2015, 12:21 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meminta Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk menyamakan suara terlebih dahulu mengenai revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Ada perbedaan tone antara Presiden dan Wapres, tetapi ya terserah mereka. Mereka sering bertengkar di depan umum, kok," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/12/2015).

Fahri enggan menjelaskan lebih jauh mengenai perbedaan pandangan itu. Namun, dia meminta perbedaan pandangan tersebut diselesaikan agar pemerintah bisa mengirim amanat presiden ke DPR sebagai tanda persetujuan dimulainya revisi UU KPK.

Menurut dia, revisi UU, yang saat ini telah diambil alih menjadi inisiatif DPR, tak akan bisa berjalan tanpa adanya amanat presiden itu.

"Kali ini pemerintah harus datang dengan pikiran sama. Kalau setuju (revisi UU KPK), silakan kirim ampres (amanat presiden). Jangan nanti diputar-putar bahwa ini nafsu DPR," ucap Fahri.

Presiden sebelumnya meminta agar revisi UU KPK dilakukan dengan mempertimbangkan masukan dari masyarakat. (Baca: Jokowi: Revisi UU KPK Harus Pertimbangkan Aspirasi Masyarakat)

"Soal revisi Undang-Undang KPK, inisiatif revisi adalah dari DPR. Dulu juga saya sampaikan, tolong rakyat ditanya," kata Jokowi.

Revisi UU KPK juga harus mempertimbangkan masukan dari ahli hukum, akademisi, dan aktivis antikorupsi. Jokowi menegaskan bahwa revisi UU tersebut harus menguatkan KPK.

"Semangat revisi Undang-Undang KPK itu untuk memperkuat, bukan untuk memperlemah," ujarnya.

Badan Legislasi DPR dan pemerintah sepakat mengebut revisi UU KPK dengan menjadikan revisi ini sebagai inisiatif DPR.

Wakil Ketua Baleg Firman Soebagyo optimistis revisi ini bisa selesai sebelum penutupan masa sidang DPR akhir Desember 2015. (Baca: Dikebut, Revisi UU KPK Akan Diselesaikan Desember 2015)

Firman memastikan akan mengundang pimpinan KPK dalam proses revisi. Hal ini dilakukan agar tak ada lagi tudingan kepada DPR mengenai upaya pelemahan terhadap KPK. (Baca: Tak Mau Dituduh Kebiri KPK, DPR Akan Undang Pimpinan KPK Bahas Revisi UU)

Revisi UU KPK awalnya disepakati masuk dalam prolegnas prioritas 2015 sebagai inisiatif pemerintah pada 23 Juni. Namun, pada 6 Oktober, 45 anggota DPR mengusulkan untuk mengambil alih inisiatif penyusunan RUU KPK.

Dalam usulannya, para anggota DPR itu menyertakan draf yang isinya dianggap melemahkan KPK. Contohnya, masa kerja KPK diatur hanya 12 tahun setelah UU diundangkan. (Baca: Ini Alasan PDI-P Batasi Umur KPK Hanya 12 Tahun)

Draf itu juga mengatur batasan bahwa KPK hanya bisa menangani kasus dengan kerugian negara minimal Rp 50 miliar.

Kewenangan penyadapan KPK juga harus dilakukan melalui izin pengadilan. Kemudian, KPK diusulkan tak lagi menyelidiki dan menyidik perkara korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum.

KPK juga nantinya akan memiliki kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Terakhir, rencana pembentukan lembaga yang mengawasi kinerja KPK. (Baca: Rapat dengan DPR, KPK Minta Tak Lagi Dilemahkan)

Setelah rencana tersebut menuai kritik, pada 14 Oktober, pemerintah dan pimpinan DPR sepakat menunda pembahasan revisi UU KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi Jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi Jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com