Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MKD Diminta Tak Persoalkan Kedudukan Sudirman dalam Kasus Setya Novanto

Kompas.com - 24/11/2015, 09:05 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandri mempertanyakan alasan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk menunda rapat pleno karena mempermasalahkan kedudukan (legal standing) Menteri ESDM Sudirman Said sebagai pelapor dugaan pelanggaran etik Ketua DPR Setya Novanto.

Menurut Ronald, MKD dapat memproses laporan itu tanpa mempersoalkan kedudukan Sudirman.

"Dengan atau tanpa pengadu, MKD dapat memeriksa dugaan pelanggaran kode etik Setya Novanto," ujar Ronald, melalui siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (24/11/2015).

Sebelumnya, sebagian besar pimpinan dan anggota MKD mempermasalahkan legal standing Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said sebagai pelapor.  Mereka berpendapat, berdasarkan Bab IV Pasal 5 ayat (1) tentang Tata Beracara MKD, tak ada aturan mengenai pejabat eksekutif yang bisa melaporkan anggota DPR.

PSHK menilai bahwa kata "dapat" yang terdapat dalam bunyi pasal tersebut bisa digunakan untuk menyatakan sifat diskresioner dari suatu kewenangan yang diberikan kepada seorang atau lembaga, dalam hal ini MKD.

Oleh karena itu, MKD tidak perlu merasa kehilangan acuan ketentuan dari apa yang sudah diatur Pasal 5 ayat (1) tersebut. MKD memiliki diskresi untuk menentukan kriteria baru tentang identitas pengadu apabila dianggap tidak diwakili oleh seluruh kriteria yang ada di Pasal 5 ayat (1) Peraturan DPR No. 2 Tahun 2015.

Selain itu, MKD juga bisa menempatkan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan SN dalam kategori tidak memerlukan atau mensyaratkan pengaduan. Hal ini dimungkinkan berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf b Peraturan DPR No 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara MKD.

Ketentuan tersebut menyatakan bahwa perkara tanpa pengaduan salah satunya adalah (dugaan) pelanggaran terhadap Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3), peraturan DPR, dan kode etik yang sudah menjadi perhatian publik.

Perbuatan yang diduga dilakukan Setya Novanto dan perhatian publik dapat mendorong MKD tetap menggelar sidang etik.

"MKD bisa segera melanjutkan proses pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik oleh SN secara terbuka dan akuntabel. Perihal kategori pengadu, itu tidak dapat dijadikan alasan untuk menunda pemeriksan tersebut," kata Ronald.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Nasional
Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Nasional
BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

Nasional
Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Nasional
PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

Nasional
Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Nasional
Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Nasional
Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Nasional
Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Nasional
Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Nasional
Pelaku Judi 'Online' Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Pelaku Judi "Online" Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Nasional
Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Nasional
Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya 'Gimmick' PSI, Risikonya Besar

Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya "Gimmick" PSI, Risikonya Besar

Nasional
Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com