Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Urgensi Kodifikasi UU Pemilu

Kompas.com - 19/11/2015, 15:00 WIB

Ketiga, pengaturan pemilu selama ini tak mampu menciptakan penyelenggara pemilu yang profesional.

Pembagian tugas antara para anggota KPU dengan para pegawai di bawah sekretaris jenderal KPU tak begitu jelas baik dalam peran maupun dalam tanggung jawab.

Tugas sekjen KPU dalam UU Penyelenggara Pemilu dirumuskan sebagai "membantu KPU menyelenggarakan pemilu."

Rumusan seperti ini tak hanya menempatkan anggota KPU sebagai pembuat kebijakan dan pelaksana teknis pemilu, tetapi juga tak menentukan apa tanggung jawab sekjen KPU.

Para anggota KPU merupakan satu-satunya KPU di dunia yang terlibat mendalam dalam soal teknis pelaksanaan pemilu.

Keempat, sistem penegakan hukum dan penyelesaian sengketa pemilu selama ini belum mampu mencapai putusan yang adil dan tepat waktu baik karena pengaturan pemilu masih mengandung kekosongan hukum (sampai kini belum ada rumusan jelas mengenai ketentuan administrasi pemilu, hukum acara, dan sanksinya) maupun karena terlalu banyak instansi yang terlibat dalam proses penegakan hukum (Bawaslu, KPU, Polri, Kejaksaan, PN dan PUTN, DKPP, dan MK).

Salah satu substansi Kitab Hukum Pemilu adalah mengisi kekosongan hukum perihal ketentuan administrasi pemilu, dan penyederhanaan sistem penegakan hukum dan penyelesaian sengketa pemilu.

Sistem penegakan hukum dan penyelesaian sengketa pemilu yang diusulkan adalah Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu dihapuskan, fungsi pengawasan terhadap proses penyelenggaraan pemilu dikembalikan kepada semua unsur masyarakat; dan Bawaslu ditransformasi menjadi Komisi Penegak Hukum dan Penyelesaian Sengketa Pemilu (KPH-PSP).

Produk dari kelemahan sistem

Kelima, sistem pemilu proporsional terbuka secara teknis memiliki tiga kelemahan fatal. Sistem ini paling rumit di dunia sehingga sukar dipahami tak hanya oleh pemilih awam, tetapi juga para kader partai.

Kerumitan itu tampak pada jumlah pilihan calon yang terlalu banyak (36-144 nama calon), jumlah cara mencoblos yang sah terlalu banyak, dan penerapan metode kuota (BPP) dan pembagian sisa kursi kepada partai.

Kelemahan kedua, proses rekapitulasi hasil penghitungan suara terlalu panjang (terpanjang di dunia), melalui 4-6 tingkat.

Kelemahan ketiga, sistem ini memberi insentif bagi calon, pemilih, dan petugas pemungutan/penghitungan suara melakukan transaksi jual-beli suara.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com