Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Desa Punya Cara, Negara Punya Aturan

Kompas.com - 16/11/2015, 18:00 WIB
Negara hadir secara keliru dengan jalan memasukkan dan memaksakan (imposition) "tata negara" ke dalam desa. Dengan niat memperbaiki, para aparatus negara memandang desa dari Jakarta, berupaya mengubah "cara desa" menjadi "tata negara". Mereka tidak mengakui, menghormati, memberdayakan dan memuliakan "cara desa",  tetapi memasukkan "tata negara" dengan modernisasi, korporatisasi, teknokratisasi, dan birokratisasi.  Bahkan, aparatus negara melakukan mutilasi desa dengan cara beternak banyak kelompok masyarakat, sebuah kerumunan yang dilembagakan sebagai bentuk kanalisasi proyek pembangunan.

Rekognisi "cara desa"

Intervensi "tata negara" bukan hanya gagal dari sisi kehendak untuk memperbaiki dan membangun desa, tetapi juga menundukkan, melemahkan, dan merusak "cara desa". Dalam praktik, teknokratisasi-birokratisasi telah menghadirkan tiga penyimpangan.

Pertama, siasat lokal biasa ditempuh para pemangku desa yang cerdik untuk menembus kerumitan birokrasi, dengan spirit "melakukan hal yang salah dengan cara yang benar".

Kedua, penumpang gelap adalah para "konsultan jalanan" yang membantu desa menyiapkan dokumen perencanaan dan penganggaran desa guna memperoleh kucuran dana desa.

Ketiga, para aparat daerah sibuk melakukan asistensi dan verifikasi terhadap dokumen yang disiapkan desa, tetapi semua ini berujung pada pencarian rente.

UU Desa telah menyajikan rekognisi-subsidiaritas untuk menembus dilema negara antara isolasi dan imposisi.  Negara mengakui desa dan memberikan mandat kepada desa untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat (pelayanan dasar, infrastruktur, ekonomi lokal, sumber daya alam, lingkungan, ketenteraman, kerukunan, dan sebagainya) dengan "cara desa" (adat istiadat, prakarsa, kearifan). Rekognisi ini merupakan jalan yang lebih tepat untuk menghadirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sekaligus membuat desa memiliki imajinasi dan kontribusi yang lebih baik kepada NKRI.

Karena mengakui dan memberi mandat, negara melakukan redistribusi dana desa. Dana desa adalah  hak dan kewajiban desa (rezim desa), bukan rezim keuangan yang teknokratis-birokratis.

Menjalankan rekognisi-subsidiaritas memang tidak mudah, tetapi juga tidak sulit. Sisi pertama adalah memotong kerumitan rezim administrasi-keuangan (penyaluran, pengelolaan, penggunaan, pengadaan, penatausahaan, pelaporan), seraya membuat instrumen dan prosedur yang simpel. Desa bisa mengelola keuangan secara sederhana, seperti yang dilakukan oleh pengurus RT atau takmir masjid.

Sisi kedua adalah tindakan pemberdayaan, yakni edukasi, katalisasi dan fasilitasi terhadap desa untuk menemukan, menyatukan, dan melembagakan kekuatan lokal (pengetahuan, kearifan, kepentingan, prakarsa) secara partisipatoris, menjadi basis tindakan kolektif para pemangku kepentingan di desa. Pemberdayaan ini tentu jauh lebih bermakna ketimbang para pemangku desa sibuk mengurus administrasi keuangan.

Sutoro Eko
Guru Desa STPMD "APMD" Yogyakarta dan Perancang UU Desa

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 November 2015, di halaman 7 dengan judul "Desa Punya Cara, Negara Punya Aturan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pesimis KRIS BPJS Terlaksana karena Desain Anggaran Belum Jelas, Anggota DPR: Ini PR Besar Pemerintah

Pesimis KRIS BPJS Terlaksana karena Desain Anggaran Belum Jelas, Anggota DPR: Ini PR Besar Pemerintah

Nasional
Soal RUU Kementerian Negara, Mahfud: Momentumnya Pancing Kecurigaan Hanya untuk Bagi-bagi Kue Politik

Soal RUU Kementerian Negara, Mahfud: Momentumnya Pancing Kecurigaan Hanya untuk Bagi-bagi Kue Politik

Nasional
Dampak Korupsi Tol MBZ Terungkap dalam Sidang, Kekuatan Jalan Layang Berkurang hingga 6 Persen

Dampak Korupsi Tol MBZ Terungkap dalam Sidang, Kekuatan Jalan Layang Berkurang hingga 6 Persen

Nasional
Mahfud MD Ungkap Kecemasannya soal Masa Depan Hukum di Indonesia

Mahfud MD Ungkap Kecemasannya soal Masa Depan Hukum di Indonesia

Nasional
Jalan Berliku Anies Maju pada Pilkada Jakarta, Sejumlah Parpol Kini Prioritaskan Kader

Jalan Berliku Anies Maju pada Pilkada Jakarta, Sejumlah Parpol Kini Prioritaskan Kader

Nasional
Kunker di Mamuju, Wapres Olahraga dan Tanam Pohon Sukun di Pangkalan TNI AL

Kunker di Mamuju, Wapres Olahraga dan Tanam Pohon Sukun di Pangkalan TNI AL

Nasional
Sebut Demokrasi dan Hukum Mundur 6 Bulan Terakhir, Mahfud MD: Bukan karena Saya Kalah

Sebut Demokrasi dan Hukum Mundur 6 Bulan Terakhir, Mahfud MD: Bukan karena Saya Kalah

Nasional
Bobby Resmi Masuk Gerindra, Jokowi Segera Merapat ke Golkar?

Bobby Resmi Masuk Gerindra, Jokowi Segera Merapat ke Golkar?

Nasional
[POPULER NASIONAL] Korps Marinir Tak Jujur demi Jaga Marwah Keluarga Lettu Eko | Nadiem Sebut Kenaikan UKT untuk Mahasiswa Baru

[POPULER NASIONAL] Korps Marinir Tak Jujur demi Jaga Marwah Keluarga Lettu Eko | Nadiem Sebut Kenaikan UKT untuk Mahasiswa Baru

Nasional
Poin-poin Klarifikasi Mendikbud Nadiem di DPR soal Kenaikan UKT

Poin-poin Klarifikasi Mendikbud Nadiem di DPR soal Kenaikan UKT

Nasional
Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak, Menkes: Pasti Akan Masuk ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak, Menkes: Pasti Akan Masuk ke Indonesia

Nasional
Sidang Perdana Kasus Ketua KPU Diduga Rayu PPLN Digelar Tertutup Hari Ini

Sidang Perdana Kasus Ketua KPU Diduga Rayu PPLN Digelar Tertutup Hari Ini

Nasional
Saat PKB dan PKS Hanya Jadikan Anies 'Ban Serep' pada Pilkada Jakarta...

Saat PKB dan PKS Hanya Jadikan Anies "Ban Serep" pada Pilkada Jakarta...

Nasional
Tanggal 25 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 25 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Dukung Pengelolaan Sumber Daya Alam, PHE Aktif dalam World Water Forum 2024

Dukung Pengelolaan Sumber Daya Alam, PHE Aktif dalam World Water Forum 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com