Selain petisi, juga dibuat program penggalangan dana di www.kitabisa.com serta gerakan #wesavemoromoro sebagai bentuk kampanye.
Film dokumenter berjudul "Jangan Tutup Sekolah Kami" juga dipublikasikan di Youtube.
"Dalam konteks konflik agraria serumit apa pun, hak anak untuk mendapatkan pendidikan harus dilindungi. Selain berpayung hukum UUD 1945, UU Sistem Pendidikan Nasional juga UU Perlindungan Anak," kata inisiator gerakan #wesavemoromoro, Wijatnika Ika, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (15/11/2015).
Ia menyayangkan sikap pemerintah setempat yang alih-alih memfasilitasi masyarakatnya, tetapi malah mempersilakan masyarakat untuk menemui Menteri LHK untuk mendapat izin menyelenggarakan pendidikan di Register 45.
Menurut Wijatnika, hal tersebut tak sesuai dengan fungsi birokratis pemerintahan. Seharusnya hal semacam itu diurus oleh Dinas Kehutanan setempat dan mendapatkan rekomendasi Gubernur Lampung.
"Kalau Bupati menyuruh masyarakat pergi sendiri ke Kementerian LHK, artinya Pemkab lepas tanggungjawab dan tidak berniat menyelesaikan persoalan yang berlarut-larut ini. Padahal mereka ingin konflik segera selesai," tutur Wijatnika.
Menurut Wijatnika, pasca-penutupan SD Moro Dewe, para siswa dipindahkan ke dua sekolah lainnya. Beberapa siswa bahkan dikeluarkan karena tak memiliki biaya.
Ia juga menyayangkan karena isu penutupan sekolah ini tidak lagi mengemuka dan memanas seperti halnya isu lain seperti kasus pembunuhan Salim Kancil yang berhasil mendapatkan 50.000 tandatangan untuk petisi dalam waktu singkat.
"Petisi masih jalan dan lumayan mandeg. Kami masih terus upayakan petisinya tersebar dan ditandatangani untuk sampai target 5000 tanda tangan. Kami masih butuh 2.100-an tanda tangan publik," ujar dia.
Saling lempar
Dihubungi terpisah, penggagas petisi "Jangan Tutup Sekolah Kami, Ratusan Anak-Anak Moro-Moro Register 45 Mesuji Lampung Terancam Putus Sekolah", Oki Hajiansyah Wahab berharap ada intervensi dari pemerintah pusat, khususnya Mendikbud.
Oki menuturkan, kasus penutupan sekolah ini mencuat pada bulan April hingga Mei lalu dan sudah dilaporkan sampai Kemendikbud.
Namun, karena pendidikan dasar merupakan kewenangan Pemerintah Daerah, maka Kemendikbud menyerahkannya pada Pemerintah Daerah.