DEPOK, KOMPAS.com - Ahli Psikologi Klinis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Kristi Poerwandari menilai wacana hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual sangat sarat pertimbangan emosional.
"Masyarakat selalu melihatnya orang lain yang melakukan (kekerasan seksual). Sehingga mereka sangat emosional," ujar Kristi di Gedung Fakultas Hukum UI, Depok, Kamis (12/11/2015).
"Padahal bisa terjadi pada siapa saja dan bisa siapa saja yang melakukan," ucapnya.
Kristi melihat, ada sekelompok masyarakat yang cenderung menginginkan hukuman seberat-beratnya bagi pelaku, tanpa melihat lebih jauh terkait dampak yang akan ditimbulkan .
"Ada yang, 'Hukum saja! Kebiri! Hukum...'," kata Kristi.
Ia menilai, ada cara pandang yang salah di masyarakat terhadap kasus kekerasan seksual anak ini. Menurut dia, masyarakat cenderung melakukan generalisasi.
Jika seseorang dilihat buruk, langsung disimpulkan sebagai seseorang yang salah.
Masyarakat, menurut Kristi, juga cenderung melihat bahwa pelaku bukan bagian dari masyarakat.
Padahal, ia menganggap pelaku kekerasan seksual belum tentu orang jahat atau orang yang memiliki kelainan seksual, melainkan seringkali pelaku adalah orang terdekat.
Dalam konteks kasus kekerasan seksual secara luas, ia menuturkan, tidak hanya pelaku yang disudutkan oleh masyarakat.
Namun, korban juga sering dianggap sebagai sosok yang tidak baik-baik.
"Misalnya, dia perempuan terus pulang malam, pakai rok mini, korban (dianggap) bukan perempuan baik-baik," tutur Kristi.
Menurut Kristi, masyarakat harus mulai membuang stigma yang selama ini melekat terkait korban dan pelaku kekerasan seksual. Sebab. siapapun bisa menjadi korban ataupun sebagai pelaku.
Ia juga meminta pelaku kekerasan seksual dilihat dari karakteristiknya masing-masing. Dengan demikian, penanganannya pun tidak bisa diseragamkan, termasuk hukuman kebiri.
"Kekerasan seks sangat bervariasi dan pelakunya heterogen. Kita perlu melihat mana yang sebenarnya bisa dicegah dan ditangani secara psikologis, tidak perlu ke ranah hukum," kata Kristi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.