Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Psikolog UI: Wacana Hukuman Kebiri Sangat Emosional

Kompas.com - 12/11/2015, 21:42 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

DEPOK, KOMPAS.com - Ahli Psikologi Klinis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Kristi Poerwandari menilai wacana hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual sangat sarat pertimbangan emosional. 

"Masyarakat selalu melihatnya orang lain yang melakukan (kekerasan seksual). Sehingga mereka sangat emosional," ujar Kristi di Gedung Fakultas Hukum UI, Depok, Kamis (12/11/2015).

"Padahal bisa terjadi pada siapa saja dan bisa siapa saja yang melakukan," ucapnya.

Kristi melihat, ada sekelompok masyarakat yang cenderung menginginkan hukuman seberat-beratnya bagi pelaku, tanpa melihat lebih jauh terkait dampak yang akan ditimbulkan .

"Ada yang, 'Hukum saja! Kebiri! Hukum...'," kata Kristi.

Ia menilai, ada cara pandang yang salah di masyarakat terhadap kasus kekerasan seksual anak ini. Menurut dia, masyarakat cenderung melakukan generalisasi.

Jika seseorang dilihat buruk, langsung disimpulkan sebagai seseorang yang salah.

Masyarakat, menurut Kristi, juga cenderung melihat bahwa pelaku bukan bagian dari masyarakat.

Padahal, ia menganggap pelaku kekerasan seksual belum tentu orang jahat atau orang yang memiliki kelainan seksual, melainkan seringkali pelaku adalah orang terdekat.

Dalam konteks kasus kekerasan seksual secara luas, ia menuturkan, tidak hanya pelaku yang disudutkan oleh masyarakat.

Namun, korban juga sering dianggap sebagai sosok yang tidak baik-baik.

"Misalnya, dia perempuan terus pulang malam, pakai rok mini, korban (dianggap) bukan perempuan baik-baik," tutur Kristi.

Menurut Kristi, masyarakat harus mulai membuang stigma yang selama ini melekat terkait korban dan pelaku kekerasan seksual. Sebab. siapapun bisa menjadi korban ataupun sebagai pelaku.

Ia juga meminta pelaku kekerasan seksual dilihat dari karakteristiknya masing-masing. Dengan demikian, penanganannya pun tidak bisa diseragamkan, termasuk hukuman kebiri.

"Kekerasan seks sangat bervariasi dan pelakunya heterogen. Kita perlu melihat mana yang sebenarnya bisa dicegah dan ditangani secara psikologis, tidak perlu ke ranah hukum," kata Kristi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sudirman Said Siap Bersaing dengan Anies Rebutkan Kursi Jakarta 1

Sudirman Said Siap Bersaing dengan Anies Rebutkan Kursi Jakarta 1

Nasional
Sudirman Said: Jakarta Masuk Masa Transisi, Tak Elok Pilih Gubernur yang Bersebrangan dengan Pemerintah Pusat

Sudirman Said: Jakarta Masuk Masa Transisi, Tak Elok Pilih Gubernur yang Bersebrangan dengan Pemerintah Pusat

Nasional
Siap Maju Pilkada, Sudirman Said: Pemimpin Jakarta Sebaiknya Bukan yang Cari Tangga untuk Karier Politik

Siap Maju Pilkada, Sudirman Said: Pemimpin Jakarta Sebaiknya Bukan yang Cari Tangga untuk Karier Politik

Nasional
Kenaikan UKT Dinilai Bisa Buat Visi Indonesia Emas 2045 Gagal Terwujud

Kenaikan UKT Dinilai Bisa Buat Visi Indonesia Emas 2045 Gagal Terwujud

Nasional
Komnas HAM Minta Polda Jabar Lindungi Hak Keluarga Vina Cirebon

Komnas HAM Minta Polda Jabar Lindungi Hak Keluarga Vina Cirebon

Nasional
Komunikasi Intens dengan Nasdem, Sudirman Said Nyatakan Siap Jadi Cagub DKI

Komunikasi Intens dengan Nasdem, Sudirman Said Nyatakan Siap Jadi Cagub DKI

Nasional
Megawati Minta Api Abadi Mrapen Ditaruh di Sekolah Partai, Sekjen PDI-P Ungkap Alasannya

Megawati Minta Api Abadi Mrapen Ditaruh di Sekolah Partai, Sekjen PDI-P Ungkap Alasannya

Nasional
Pembayaran Dana Kompensasi 2023 Tuntas, Pertamina Apresiasi Dukungan Pemerintah

Pembayaran Dana Kompensasi 2023 Tuntas, Pertamina Apresiasi Dukungan Pemerintah

Nasional
Hari Ke-12 Penerbangan Haji Indonesia, 72.481 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 8 Wafat

Hari Ke-12 Penerbangan Haji Indonesia, 72.481 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 8 Wafat

Nasional
Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

Nasional
Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

Nasional
Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

Nasional
Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

Nasional
Megawati hingga Puan Bakal Pidato Politik di Hari Pertama Rakernas PDI-P

Megawati hingga Puan Bakal Pidato Politik di Hari Pertama Rakernas PDI-P

Nasional
Kunjungi Lokasi Bencana Banjir Bandang di Agam, Zulhas Temui Pengungsi dan Berikan Sejumlah Bantuan

Kunjungi Lokasi Bencana Banjir Bandang di Agam, Zulhas Temui Pengungsi dan Berikan Sejumlah Bantuan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com