Moderasi sikap
Kendati demokrasi digital di Indonesia menghadapi tantangan tersebut, Dhenok Pratiwi, Campaign Associate Change.org, yang juga aktivis Forum Demokrasi Digital Indonesia, masih menaruh asa pada tumbuhnya budaya partisipasi politik dunia maya yang sehat. Dhenok optimistis, kesempatan mewujudkan diskursus rasional di ruang publik maya terbuka. Namun, netizen harus mampu memanfaatkan teknologi yang ada untuk tidak menelan mentah-mentah informasi yang disebar di media sosial.
"Sekarang banyak muncul platform untuk membantu publik mengklarifikasi informasi dan data," ujar Dhenok Pratiwi.
Selain harus pandai menyaring informasi, Triyono juga menilai perlu upaya mendorong netizen bersikap moderat. Hal ini bisa dimunculkan oleh politisi-politisi muda yang juga aktif di dunia maya. Mereka harus mampu mengajak netizen untuk tidak melihat pemerintah atau politik di dunia maya secara hitam-putih. Namun, melihat berbagai segi secara kritis.
Tentu perlu diingat media sosial itu merupakan alat. Ia tidak otomatis berdampak positif atau negatif terhadap demokrasi. Seperti halnya pistol. Di tangan polisi yang bersih dan jujur, pistol bisa memberi rasa aman. Namun, di tangan penjahat keji, pistol itu menebar teror. Nah, di tangan Anda, akan jadi apa media sosial dan masa depan demokrasi digital Indonesia? (Antony Lee)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Oktober 2015, di halaman 2 dengan judul "Ancaman "Ghetto-Ghetto" Siber Seusai Pilpres".