"Ini berdasarkan pengalaman, ternyata banyak sekali jenis pelanggarannya," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD saat berbicara dalam sebuah seminar di Universitas Bengkulu, Sabtu (3/10/2015).
Pelanggaran pertama soal politik uang. Sejumlah pihak yang berkepentingan terhadap calon tertentu memberikan uang atau benda-benda lain kepada pemilih atau oknum penyelenggara pilkada.
Kedua penghadangan, pemaksaan, atau teror kepada pemilih agar memilih atau tidak memilih calon tertentu.
Ketiga, pemalsuan dokumen pemilihan, termasuk kartu-kartu pemilih yang diselundupkan secara borongan kepada seorang pemilih.
"Bahkan banyak petugas TPS melakukan pencoblosan sendiri secara besar-besaran mengunakan kartu pemilih yang tidak hadir," kata dia.
Keempat penyalahgunaan jabatan. Ini dilakukan oleh aparat, terutama calon petahana. Sering terjadi petahana menggunakan anggaran daerah yang dikaitkan dengan kepentingannya sebagai bakal calon dan calon.
"Ada juga menggunakan mutasi yang tidak wajar pada PNS atau aparat birokrasi yang tak mendukung petahana," ujar dia.
Terakhir, pelanggaran dilakukan oleh KPU, KPU provinsi dan kabupaten/kota yang terang-terangan memihak calon.
Menurut Mahfud, hampir 100 persen Pilkada di Indonesia bermasalah. Namun, hasil pilkada tidak serta merta dapat dibatalkan meskipun terbukti di persidangan telah terjadi pelanggaran.
"Seluruh sengketa yang berperkara di MK itu terbukti, tapi tak semua yang terbukti melanggar itu dapat membatalkan hasil Pemilukada karena ada beberapa pertimbangan diantaranya signifikan hasil suara yang diperkarakan atau ditemukan tindakan yang terstruktur, sistematis dan masif," kata Mahfud.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.