JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria menghargai putusan Mahkamah Konstitusi terkait keikutsertaan pasangan calon tunggal dalam pilkada serentak. Namun, ia menganggap, putusan itu akan membuat penyelenggaraan pilkada semakin boros.
"Karena masyarakat menyatakan setuju dan tidak setuju. Kalau tidak setuju (lebih banyak), pilkada dilanjutkan tahun berikutnya. Itu artinya pemborosan," kata Riza saat dihubungi, Selasa (29/9/2015).
Ia menuturkan, ketika DPR dan Kementerian Dalam Negeri membahas UU Pilkada, semangat pelaksanaan pilkada serentak adalah efektif dan efisien. Namun, putusan itu justru menggugurkan semangat yang dibangun.
Riza menambahkan, MK seharusnya meminta pendapat dari pemerintah dan DPR sebelum mengambil keputusan. Dengan demikian, kata dia, MK bisa mendapat masukan yang komprehensif terkait semangat pembentukan UU tersebut.
"Kemendagri bisa mewakili presiden, sedangkan Komisi II mewakili DPR. Jangan sampai UU yang dibuat bersama ini kalah dengan MK yang sembilan orang begitu saja. MK sebelum ambil keputusan lebih bijak dialog, undang pakar dalam rangka kurangi kontroversi," ujarnya.
Mahkamah Konstitusi menetapkan norma baru dalam mekanisme pemilihan kepala daerah dengan satu pasangan calon (calon tunggal). MK mengatur bahwa pemilihan calon tunggal dilakukan menggunakan kolom "setuju" dan "tidak setuju". (Baca: MK Putuskan Calon Tunggal Tetap Mengikuti Pilkada Serentak)
Menurut MK, pemilihan melalui kolom "setuju" dan "tidak setuju" bertujuan memberikan hak masyarakat untuk memilih calon kepala daerahnya sendiri. Sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam demokrasi, masyarakat diberikan hak untuk mengikuti pemilihan, termasuk untuk memilih menunda pemilihan. (Baca: MK: Calon Tunggal Dipilih Melalui Kolom "Setuju" dan "Tidak Setuju")
Apabila yang memilih kolom "setuju" lebih banyak, calon tunggal itu ditetapkan sebagai kepala daerah. Tetapi, jika lebih banyak yang memilih "tidak setuju", maka pelaksanaan pilkada di daerah tersebut akan ditunda hingga pilkada pada periode selanjutnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.