Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kecuali PKB, Semua Fraksi Tolak Kenaikan Tunjangan Anggota DPR

Kompas.com - 22/09/2015, 07:39 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Hampir semua fraksi di DPR menolak kenaikan tunjangan anggota DPR yang akan dianggarkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016. Mayoritas fraksi berpandangan, kenaikan tunjangan bagi anggota DPR tidak tepat melihat kondisi ekonomi yang tengah sulit saat ini.

Ketua Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri melarang kadernya untuk berbicara soal rencana kenaikan tunjangan anggota DPR. Hal itu disampaikan Mega dalam rapat koordinasi fraksi yang berlangsung di Kantor DPP PDI-P, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (17/9/2015) pekan lalu. (Baca: Megawati Larang Kader PDI-P Bicara Kenaikan Tunjangan Anggota DPR)

"Ketua Umum bilang, 'Kalian itu jangan bicara soal tunjangan, situasi ekonomi lagi tidak bagus, jadi kalau kalian ngomong saya marahi. Orang lain terserah, kalau kalian tidak boleh,'" kata Sekretaris Fraksi PDI-P Bambang Wuryanto, menirukan pernyataan Megawati dalam rapat itu.

Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR Ade Komarudin menilai, tidak tepat jika tunjangan anggota DPR dinaikkan dalam kondisi ekonomi Indonesia saat ini, yang sedang melemah akibat krisis global.

"Pak Akom (Ketua Fraksi Golkar Ade Komarudin) sudah menolak. Beliau sudah sampaikan. Timing-nya kurang tepat," kata anggota Fraksi Golkar, Muhammad Misbakhun.

Ketua Fraksi Gerindra Ahmad Muzani meminta Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro merevisi surat keputusan mengenai kenaikan tunjangan tersebut. Muzani menilai, tunjangan anggota DPR tidak pernah naik dalam dua periode terakhir. Namun, momentum kenaikan tunjangan ini tidak pas karena bersamaan dengan kondisi ekonomi Indonesia yang tengah melemah. (Baca: Fraksi Gerindra Minta Menkeu Revisi SK Kenaikan Tunjangan Anggota DPR)

"SK-nya dikaji lagi. Ya kalau SK bisa direvisi, bagus," kata Muzani.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Syarief Hasan berpendapat, anggota DPR seharusnya prihatin terhadap kondisi ekonomi saat ini. Bukan sebaliknya, di tengah kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup, DPR justru meminta kenaikan tunjangan.

"Sekarang pengangguran nambah. Rakyat enggak bisa beli (barang kebutuhan). Inflasi tinggi. Rakyat itu untuk makan saja susah, DPR harus prihatin," kata Syarief.

Wakil Ketua Fraksi Partai Nasdem Johnny G Platte mengaku, fraksinya akan konsisten dalam menjalankan visi misi Presiden Joko Widodo, yang salah satunya adalah memprioritaskan belanja produktif daripada konsumtif.

"Hampir semua fraksi menolak, termasuk Fraksi Nasdem, menolak dengan keras kenaikan tunjangan DPR ini," kata Plate, yang juga anggota Banggar ini.

Fraksi Partai Hanura di DPR menolak kenaikan tunjangan bagi anggota parlemen karena diputuskan saat kondisi ekonomi yang serba sulit. Hanura juga mengaku tidak pernah diajak bicara soal usulan kenaikan tunjangan ini.

"Pembahasannya belum melibatkan fraksi. Saya belum pernah diundang bahas kenaikan tunjangan," kata Ketua Fraksi Hanura Nurdin Tampubolon.

Anggaran kenaikan dialihkan

Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini meminta anggaran untuk kenaikan tunjangan anggota DPR dialihkan untuk kepentingan masyarakat. Anggaran dari tunjangan itu akan sangat berarti di tengah kondisi perekonomian negara yang semakin terpuruk sebagai imbas dari pelemahan rupiah dan perlambatan ekonomi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com